Mengunjungi pasar tradisional memang salah satu favorit saya. Apalagi saat ini tak banyak pasar tradisonal yang mampu bertahan akibat digempur pasar swalayan dan hypermart. Karena itu pula saya sengaja datang pagi-pagi ke pasar Cikini hanya gara-gara teringat kentang hitam favorit saya.
Di pintu masuk saya sudah curiga, kok halaman parkir pasar sudah ditutup banyak papan dan seng. Papan nama pasar masih terpasang, baru, bercat putih dengan tulisan PD pasar Jaya Pasar Cikini Ampiun. Tak salah memang, karena menurut rencana tak sampai setahun lagi pasar Cikini bakal direnovasi menjadi pasar yang lebih modern dengan area parkir bertingkat.
Pasar Cikini ini memang tak seberapa besar namun, pamornya sebagai pasar kaum elite Menteng masih bisa dilacak. Pasar ini didirikan pada tahun 1962 oleh gubernur DKI Soemarno. Konon dulunya dibangun dengan hasil gotong-royong para pedagang. Karena itu hampir semua pedagang di pasar ini merupakan pedagang turun temurun sejak dulu.
Selain sebagai pasar tradisional, pasar ini juga memiliki kios toko emas yang cukup terkenal di lantai dua. Juga pasar bunga, yang ada di kawasan sederetan dengan pasar ini. Toko B 18 yang tersohor, menyediakan baju, parfum, alat kecantikan dan segala kebutuhan wanita. Pokoknya inilah pasar tempat kaum elite Menteng dulu pergi berbelanja.
Dari halaman parkir yang tak berapa luas saya langsung menuju ke sisi kiri tempat pedagang rebusan, es cincau hijau, es cendol dan rujak bebeg mangkal. Abang tua penjual rebusan memajang dua pikulan. Satu berisi kacang rebus dan yang satu berisi aneka rebusan.
Kacang rebus di pasar ini memang juara kualitasnya. Rata-rata kacangnya biga (biji tiga) tua, direbus empuk dan tidak asin. Satu takar dijual Rp 4.000,00. Rebusan ubi yang tersedia pagi itu ubi ungu, gembili, pisang oli dan tak ada si kentang hitam yang saya cari. "Kalau pesan saya akan rebusin bu, karena yang beli udah jarang," demikian ujar si abang.
Suasana pasar memang tak seramai beberapa tahun silam, bahkan cenderung sepi meskipun sudah pukul 9 pagi itu. Es cincau hijau yang diberi sirop jahe menjadi target saya berikutnya. Es Cendol dengan gula merah juga saya pesan untuk dibungkus. Pedagang mangga dan buah segar di pasar ini memang mematok harga lebih mahal namun buah-buahannya dijamin masak pohon dan berkualitas bagus. Jurus menawar tetap harus dipakai!
Di halaman depan masih terdapat 2 pedagang kelontong yang menggelar dagangannya. Mau piring, stoples, panci stainless steel, sendok garpu dan segala keperluan lain tersedia. Semuanya dalam kualitas yang tak kalah dengan toko-toko besar. Harganya juga bisa ditawar.
Lorong menuju ke bagian dalam pasar tetap bersih hanya terkesan sangat sepi. Ada beberapa jajaran pedagang buah segar yang menawarkan belimbing, melon, mangga, apel, dan jambu biji. Di sisi kanan, terdapat kerumunan beberapa orang. Ya, itulah kios gudeg bu Harjo yang kondang dengan gudeg Yogyanya.
Lemari kaca berbentuk L itu kini ditunggui anaknya. Gudeg racikan bu Harjo ini terkenal enak, tak terlalu manis. Opornya juga gurih dan yang paling saya sukai ya sambal goreng kerecek yang oranye pedas, plus areh yang kecokelatan bergumpal. Wah, kalau dicocol dengan sambal bajak yang pedas manis memang dahsyat enaknya.
Selain gudeg, ada racikan pecel mi (pecel sayuran plus mi goreng), ada buntil daun talas yang gede dan mantap, asam-asam (beirisi daging dan irisan buncis), kering tempe, dendeng ragi. Order makan di tempat dan dikemas dalam boks tetap mengalir meskipun untuk sekotak gudeg komplet dipatok seharga Rp. 35.000,00
Persis di depan kios gudeg ini ada toko Danisa. Toko kue punya tante Lenny ini juga kondang karena kue-kue tradisionalnya yang enak. Pagi itu saya juga kalap melihat apem, kue mangkok gula merah, ketan bumbu, wajik, celorot, cantik manis, kue pisang, kue lapis, bika ambon, dan lain-lain.
Kue kering dan camilan kering juga ada mulai dari putri salju, kaastengels, kacang bogor, telur gabus, kacang telur medan, rempeyek juga aneka pepes dan bacang. Sekotak jajan pasarpun akhirnya melengkapi kunjungan saya di toko ini.
Di bagian lain ada warung nasi, kios kerupuk, ikan asin, los sayuran dan los jamu tradisional. Toko kopi dan kue-kue kering juga ada beberapa di sisi kanan. Penjahit dan tukang servis pun masih buka. Hanya sayang banyak kios yang sudah tutup.
Warung es duren 45 yang ternama masih digemari, aneka mi dan es duren monthong yang pekat dan segar menjadi andalan warung ini. Jangan kaget jika es durennya dipatok seharga Rp. 15.000,00 segelas.
Nah, kalau ingin melacak kehebatan masa lalu kawasan Menteng, tak ada salahnya mampir jalan-jalan ke pasar ini. Karena sebentar lagi pasar ini bakal tinggal kenangan!
Pasar Cikin Ampium
Jl. Cikini Raya
Jakarta Pusat
Buka: jam 08.00 β 15.00
(dev/Odi)