Samgyetang atau sup ayam utuh dengan ginseng banyak jadi incaran wisatawan saat melancong ke Korea. Sup ini dipercaya bernutrisi tinggi, menyehatkan dan mampu menangkal udara panas.
Nama Tosokchon Samgyetang hampir selalu muncul jika mencari restoran samgyetang otentik dan enak di Seoul. Bahkan sampai dinominasikan sebagai Traditional Indigenous Restaurant oleh Kota Seoul. Mantan Presiden Korea Roh Moo-hyun disebut-sebut menjadikan tempat ini restoran favorit untuk samgyetang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut berhasil membuat kami melangkahkan kaki ke Tosokchon Samgyetang saat berada di Seoul. Kebetulan lokasinya pun tak jauh dari tempat kami menginap.
Tiba di sana, tampak sebuah restoran dengan tampilan tradisional. Bentuknya mirip hanok atau rumah tradisional Korea. Bangunan memakai sentuhan kayu berwarna cokelat muda seperti umumnya hanok. Begitu cantik dan terlihat menarik. Di bagian depan, bisa terlihat juga dari balik kaca kecil ada sederet ayam utuh yang sedang diputar dalam alat pemanggang.
![]() |
Saat kami datang, dari luar restoran tidak terlihat ramai. Kami memang sengaja datang tidak pas jam makan siang. Karena kabarnya antrean cukup panjang.
Bagian dalam restoran ternyata cukup luas. Ada jalanan setapak yang harus kami lewati dengan hiasan tanaman dan bunga untuk sampai ke ruang makan. Tosokchon Samgyetang tidak hanya memiliki satu ruang makan. Terdapat beberapa ruangan terpisah untuk menampung tamu.
Prediksi kami ternyata meleset. Sebuah ruangan luas nampak hampir terisi penuh. Terlihat para pengunjung duduk lesehan di beberapa meja panjang kayu yang tersusun dalam ruangan. Bersebelahan duduk dengan konsumen lainnya.
Sebelum masuk, kami membuka sepatu. Baru kemudian pramusaji mengarahkan kami menuju salah satu meja di pojok ruangan. Di tiap meja ada dua wadah cukup besar berisi kimchi sawi putih (baechu-kimchi) dan lobak (kkadugi). Konsumen pun bebas mengambilnya.
Mengenai menunya, sebagian besar merupakan olahan ayam. Ada Tosokchon Samgyetang, Tosokchon Otgyetang (Chicken Soup with Korean Lacquer Tree), Jeongigui Tongdak (Rotisserie Chicken), Dakbaeksuk (Whole Chicken Soup), dan Dakdoritang (Spicy Chicken Stew).
Awalnya kami hendak memesan Tosokchon Samgyetang yang memakai ayam putih. Tapi ada yang lebih menarik yaitu Tosokchon Ogolgye Samgyetang (Ginseng Korean Black Chicken Soup). Harga satu porsinya 23.000 Won atau sekitar Rp 263.000.
Tosokchon Ogolgye Samgyetang terbuat dari Silky Fowl atau Silkie (Ogolgae). Jenis ayam langka ini memiliki kulit, daging dan tulang berwarna hitam. Mirip ayam cemani di Jawa. Pada zaman dahulu, Ogolgae dianggap jenis ayam yang menyehatkan dan hanya disajikan bagi keluarga kerajaan. Beberapa buku pengobatan oriental Korea mencatat Ogolgae punya banyak manfaat seperti membantu sirkulasi darah dan meningkatkan stamina.
Sebelum makanan datang, pramusaji menghidangkan ssamjang (sambal kedelai Korea), irisan bawang putih dan insamju (arak ginseng) dalam gelas kecil. Dalam buku menu terdapat keterangan untuk meminum insamju sebelum, saat makan atau sesudahnya untuk menyesuaikan citarasa. Bahkan ada yang memasukkan insamju dalam kuah samgyetang.
Tak berapa lama, semangkuk samgyetang berisi satu ekor ayam hitam keabu-abuan tiba di meja. Permukaan ayam diberi irisan daun bawang, walnut dan kacang pinus. Sedangkan kuahnya berwarna putih keruh. Tampak sederhana tapi menggelitik rasa penasaran. Tercium aroma gurih khas sup ayam berpadu dengan ginseng.
![]() |
Penjelajahan rasa dimulai dari kuah samgyetang. Seperti umumnya samgyetang, rasanya seperti sup ayam tapi tidak terlalu pekat citarasa gurihnya. Cenderung ringan dan agak hambar. Namun untuk kuah racikan Tosokchon, menurut kami lebih gurih dan sedikit kental dibanding samgyetang yang pernah kami santap. Jejak daun bawang dan herbal seperti ginseng cukup terasa dalam kuah.
Jika merasa rasanya kurang pas di lidah, restoran menyediakan garam dan lada. Baekchu kimchi dan kkadugi juga dapat jadi pilihan bila ingin menambah sensasi pedas di mulut.
Kedua kimchi itu memang terasa asam segar sekaligus pedas mengenyat dari bubuk cabai. Paling pedas dari kimchi yang pernah kami coba.
![]() |
Tekstur sawi putih maupun lobaknya juga sangat renyah, segar dan juicy. Salah satu teman sampai memujinya sebagai kimchi terenak yang pernah dicicipi di Korea.
Selanjutnya kami mulai "membongkar" ayam hitam yang jadi inti sajian. Tekstur ayam begitu empuk lembut. Begitu mudah melepas daging ayam dari tulangnya.
Sementara di dalam ayam ada beras ketan yang terasa empuk lengket. Ciri khas samgyetang yang direbus bersama ayam ini lunak dan mudah dikunyah. Ini hasil proses pemasakan yang lama atau 'slow cooking'. Bersama beras itu ada aneka biji-bijian, chestnut, jujube dan ginseng. Kaya akan rasa herbal.
Tentunya samgyetang akan terasa lebih nikmat saat ayam dimakan bersama kuahnya. Hangat segar. Samgyetang di sini memang juara!
Menghangatkan tubuh dan membuat kami berenergi kembali setelah lelah berjalan seharian. Ditambah lagi pengalaman unik mencoba ayam hitam.
Bila ingin mencoba makanan pendamping sambil menikmati samgyetang, pilih saja Haemul Pajeon (Korean Seafood Pancake). Harganya 15.000 Won atau sekitar Rp 171.000.
Pancake gaya Korea itu berwarna kuning keemasan. Satu porsi pajeon dipotong jadi 9 bagian. Pajeon berisi daun bawang, udang, dan kerang. Isian seafood cukup royal.
![]() |
Tekstur adonannya renyah dan empuk di bagian tengah. Rasanya gurih, sedikit mengingatkan akan bakwan. Seafoodnya pun tidak alot dan terasa segar. Enak!
Nah, saat berada di Seoul coba saja mampir ke Tosokchon. Anda bisa menikmati samgyetang yang otentik ditemani suasana tradisional Korea.
Tosokchon Samgyetang
5, Jahamun-ro 5-Gil
Jongno-gu
Seoul
Korea Selatan
Telp: (+82) 27377444 (msa/odi)