Ini Bedanya Roti Eropa dengan Roti Indonesia yang Sering Bikin Kembung

Ini Bedanya Roti Eropa dengan Roti Indonesia yang Sering Bikin Kembung

Andi Annisa Dwi R - detikFood
Minggu, 26 Jan 2025 08:00 WIB
Peneliti Ungkap 5 Alasan Sourdough Dinobatkan sebagai Makanan Sehat
Foto: Getty Images/iStockphoto/Oxana Medvedeva
Jakarta -

Beberapa orang merasakan efek berbeda usai makan roti di Eropa dengan di Indonesia. Efek kembung, begah, dan bahkan cepat lapar kerap dirasakan saat makan roti di Indonesia. Namun tidak ketika makan roti Eropa. Kenapa ya?

Pencinta roti mungkin pernah mencicipi berbagai sajian roti lokal dan roti dari luar negeri. Tentu ada perbedaan dari segi bahan pembuatan, jenis, hingga cita rasa antara keduanya.

Tak hanya itu, efek yang ditimbulkan juga kerap berbeda. Beberapa mengeluhkan efek samping usai makan roti lokal, seperti perut kembung, begah, sakit maag, dan tambah cepat lapar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini pun menarik perhatian chef Edwin Lau untuk membahasnya dari segi teknis. Melalui unggahan Instagram (19/11/2024), chef yang terkenal dengan pola hidup sehat ini menjelaskannya.

Ia menekankan memang tidak semua roti lokal atau roti di Indonesia menyebabkan efek samping, tapi mayoritas demikian. Biasanya ditandai dari tekstur roti yang sangat empuk, lembut, enak, mengembang, tahan lama, dan harganya relatif murah.

ADVERTISEMENT
ragam roti kasur gurihRoti mengembang, kenyal, dan lembut biasanya memakai banyak bahan tambahan pangan yang berefek kurang baik untuk kesehatan. Foto: Instagram

"Produsen mau tidak mau harus mengikuti kemauan konsumen. Padahal, kalau saja kita mau bayar lebih dan menuntut kualitas ketimbang kuantitas, pasti dengan sendirinya bahan baku dan teknik yang digunakan lebih baik dan lebih sehat," tulisnya.

Mayoritas tepung untuk membuat roti di Indonesia adalah tepung terigu gluten tinggi. "Konsumen maunya roti yang kenyal, mengembang lama, namun sekaligus lembut dan renyah. Gluten alami tidak bisa melakukan semua ini," jelas chef Edwin Lau.

Ia melanjutkan, "Makanya ditambahkanlah berbagai macam Bahan Tambahan Pangan (BTP) serta gandumnya sendiri harus dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa relevan dengan permintaan pasar. Alhasil, roti zaman now penuh dengan bahan kimiawi dan sintetis."

Beda halnya dengan roti di Eropa yang umumnya dibuat dengan tipe gandum Soft Wheat yang nilai glutennya lebih rendah. "Gandumnya juga mayoritas tidak GMO apalagi yang menentang penggunaan Glyphosate yang merupakan zat kimia yang digunakan sebagai herbisida untuk mengendalikan gulma dalam pertanian dan hortikultura," jelasnya

Sebab penelitian terbaru menunjukkan kaitan paparan Glyphosate dengan kanker, peradangan, obesitas, reaksi alergi, masalah pencernaan, dan lainnya. Chef Edwin Lau merujuk pada penelitian Kathryn Z Guyton et al. Lancet Oncol. 2015 May - Anthony Samsel et al. Interdiscip Toxicol. 2013 Dec.

Ragi roti sourdoughRoti di Eropa kebanyakan menggunakan starter sourdough yang lebih menyehatkan. Foto: Istimewa

Ia menerangkan, proses fermentasi juga berperan di sini. "Di Eropa, mayoritas masih memakai cara alami dan memulainya dari starter sourdough," jelasnya.

Sementara di Indonesia, mayoritas produsen roti pakai kombinasi dari ragi instan, baker's yeast, bahan pengembang, emulsifier, dan berbagai jenis bahan kimiawi yang bisa mempercepat proses fermentasi dan membuat adonan "menahan" mengembang sehingga menyingkat proses proofing. "Hasil akhirnya, biaya produksi lebih rendah dan keuntungan lebih besar," lanjutnya.

Chef Edwin Lau menekankan roti pada dasarnya adalah junk food. Jadi selalu ada konsekuensi jika makan roti, apapun jenisnya, termasuk sourdough atau roti bebas gluten.

"Jadi kalau mau sehat, makan Gandumnya, bukan olahannya," tutup chef Edwin Lau.

(adr/odi)

Hide Ads