5 Mitos Konsumsi Gula yang Banyak Dipercaya, Mana yang Benar?

5 Mitos Konsumsi Gula yang Banyak Dipercaya, Mana yang Benar?

Diah Afrilian - detikFood
Minggu, 19 Nov 2023 08:00 WIB
Mitos konsumsi gula
Foto: Getty Images/iStockphoto/Doucefleur
Jakarta -

Gula yang manis seringkali dipercaya sebagai asupan yang tak sehat. Ahli kesehatan berusaha menjawab mitos yang banyak dipercaya masyarakat terkait gula.

Gula seringkali digunakan dalam asupan makanan dan minuman untuk menambahkan rasa manis. Tetapi banyak yang menyebut gula berbahaya bagi kesehatan dan harus dikurangi konsumsinya.

Sebagian orang lainnya bahkan mempercayai bahwa gula harus sepenuhnya dihindari dari asupan makanan. Ternyata ada beberapa larangan dan kepercayaan terkait konsumsi gula dianggap oleh ahli hanya mitos belaka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas apakah semua mitos tersebut benar? Demi menjawab keresahan konsumen pelanggan, beberapa ahli kesehatan berusaha meluruskan kepercayaan yang beredar.

Berikut ini 5 mitos tentang gula yang dijawab ahli melalui nib Australia:

Mitos konsumsi gulaGula ternyata salah satu asupan yang bersifat adiktif. Foto: Getty Images/iStockphoto/Doucefleur

1. Gula tidak adiktif

Sebagian orang menyebut bahwa gula tidak membuat konsumennya ketagihan. Faktanya para ahli menjelaskan bahwa makanan yang mengandung gula memberikan efek ketagihan bagi konsumennya.

ADVERTISEMENT

Otak yang menerima asupan gula dapat memicu sistemnya untuk terus meminta asupan gula yang lebih banyak. Hal ini terjadi karena otak yang mendapat asupan gula merilis dopamin atau hormon kebahagiaan.

Jazmyn McKinnie selaku ahli gizi dari National Nutrition mengatakan efek ketagihan yang dihadirkan gula sama seperti garam dan lemak. Misalnya pada sebatang cokelat yang terbuat dari perpaduan gula dan lemak akan membuat ketagihan dengan sensasi meleleh pada lidah.

2. Penyebab obesitas dan diabetes

Efek samping gula terhadap obesitas dan diabetes masih menjadi perdebatan yang sengit. Pada berbagai penelitian gula tidak ditemukan sebagai alasan dari diidapnya diabetes pada tubuh seseorang.

Konsumsi gula yang berlebihan dan mengendap di tubuh yang kemudian meningkatkan risiko obesitas dan diabetes. Pada anak-anak konsumsi gula tak hanya meningkatkan risiko obesitas tetapi juga ada ancaman kavitas pada gigi.

Gula yang dikonsumsi dapat merilis asam yang nantinya menjadi makanan bakteri di dalam mulut. Alasan ini yang membuat banyak dokter gigi melarang keras anak-anak mengonsumsi makanan manis berlebihan.

Penjelasan mitos gula lainnya ada di halaman berikutnya.

3. Hindari gula pada buah

Bagi sebagian orang yang terlalu takut dengan gula, mereka bahkan menghindari buah dengan rasa manis. Faktanya rasa manis di dalam buah terbentuk karena proses alami dan bukan gula tambahan yang berdampak negatif untuk tubuh.

Menurut aturan World Health Organization (WHO) batas aman konsumsi gula tidak menghitung asupan gula yang masuk melalui buah-buahan. Buah-buahan justru menjadi salah satu bahan makanan yang dianggap penting untuk menyeimbangkan pola makan.

"Gula bukanlah kejahatan untuk tubuh. Pada beberapa makanan yang alami, gula dapat membantu memberikan energi dan meningkatkan fungsi tubuh dengan maksimal," ungkap Jazmyn.

4. Gula mudah dihindari

Mitos konsumsi gulaKonsumsi gula sulit untuk dihindari karena gula hadir dalam berbagai jenisnya yang lain. Foto: Getty Images/iStockphoto/Doucefleur

Banyak orang yang berlomba-lomba mulai menghindari gula, ini adalah perkembangan yang sangat baik. Tetapi hampir semua orang hanya fokus pada tulisan kandungan 'gula' ketika membaca label kemasan makanan.

Faktanya gula memiliki banyak nama dan identitas yang tak mudah untuk dikenali semuanya. Misalnya seperti nektar agave, kristal tebu, dekstrosa, galaktosa, glukosa, dan masih banyak lainnya.

Hal ini membuktikan bahwa gula sangat sulit untuk dihindari termasuk bagian mereka yang memilih makanan dan minuman kemasan dengan kandungan 'gula' serendah mungkin. Bahkan pada produk seperti susu, saus, hingga yogurt semuanya tetap menggunakan campuran gula.

5. Pemanis alternatif lebih sehat

Maraknya dan meningkatkan kekhawatiran masyarakat terhadap diabetes dan obesitas membuat pemanis alternatif bersaing keras untuk mendapat perhatian. Gula seperti gula aren, sirup maple, hingga stevia seolah memberikan janji kesehatan untuk beralih dari gula.

Faktanya pemanis alternatif tetap menjadi bagian dari gula dengan perbedaan telah mengalami penambahan nutrisi. Sehingga seolah-olah pemanis ini dikemas dengan klaim yang lebih sehat dan menjanjikan rasa manis yang lebih baik.

Mayoritas ahli gizi setuju bahwa gula adalah tetap gula walaupun dalam bentuk pemanis alternatif. Alasan tersebut membuat pemanis alternatif tetap harus diperhatikan asupannya.

Halaman 2 dari 2
(dfl/odi)

Hide Ads