Zat Pewarna Bukan Makanan di Balik Warna-warni Ceria Kerupuk

Ulasan Khusus: Kerupuk

Zat Pewarna Bukan Makanan di Balik Warna-warni Ceria Kerupuk

- detikFood
Selasa, 29 Apr 2014 14:47 WIB
Foto: Wikimedia
Jakarta - Kerupuk yang ada di pasaran tidak hanya berwarna putih. Berbagai warna ditambahkan penjual agar kerupuk menarik. Mulai dari warna jingga, kuning, pink, hingga hijau. Seperti kerupuk tersanjung, kasandra, melarat, bawang dan poleng.

Banyak konsumen suka dengan kerupuk warna warni karena renyah dan bercitarasa gurih. Namun konsumen harus berhati-hati terhadap zat pewarna buatan dalam kerupuk yang tidak aman dikonsumsi karena berbahaya bagi kesehatan.

Konsumsi makanan dengan kandungan zat berbahaya lama kelamaan bisa memicu kanker dan penyakit berbahaya lainnya. Untuk itu konsumen harus berhati-hati dalam memilih makanan dengan kandungan zat berbahaya.

Cara termudah untuk mengenali bahan tambahan berbahaya adalah apabila warna kerupuk terlalu terang dan bersinar. Bila menemukan kerupuk dengan ciri tersebut, sebaiknya konsumen tidak membeli atau mengonsumsinya. Sebab zat pewarna yang biasa digunakan dalam industri tekstil dan kertas kini digunakan pada pembuatan kerupuk.

Ada berbagai jenis zat yang dipakai untuk memberi variasi warna. Diantaranya adalah Rhodamin B untuk warna merah, Methanil Yellow untuk kuning, dan Malachite Green untuk hijau. Zat-zat pewarna tersebut tidak mudah larut dalam air.

Kerupuk dengan warna-warna cerah seperti kerupuk melarat di Subang ternyata sempat ditemukan memiliki kandungan zat pewarna tekstil. Kebanyakan kerupuk ini memakai Rhodamin B yang memberi efek merah mencolok.

Tidak hanya kerupuk melarat, kerupuk singkong dari desa Senon di Purbalingga juga menggunakan pewarna tekstil. Para perajin memilih pewarna tekstil karena kerupuk mereka lebih laku di pasaran. Ketika mereka menjual kerupuk dengan pewarna makanan, kerupuk malah dikembalikan dari pasar.

Dari segi modal pun penggunaan pewarna tekstil jauh lebih ekonomis. Dengan 1 kg pewarna tekstil cukup untuk adonan kerupuk satu ton. Bila perajin menggunakan pewarna makanan, selain harga per kilo mahal, penggunaannya pun lebih boros. Sedangkan mereka ingin membuat kerupuk dengan warna mencolok dimana perlu berbotol-botol pewarna makanan.

Padahal penggunaan berbahaya tidak hanya berdampak untuk konsumen. Perajin dampat terkena efeknya jika bersentuhan langsung dengan zat berbahaya tersebut dalam jangka panjang.

(fit/odi)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads