Eksotis tapi Ekstrem, 5 Makanan Tradisional Ini Punya Aturan Konsumsi Ketat

Eksotis tapi Ekstrem, 5 Makanan Tradisional Ini Punya Aturan Konsumsi Ketat

Diah Afrilian - detikFood
Kamis, 04 Des 2025 14:00 WIB
6 Ton Ikan Buntal Dilelang Akibat Pandemi Berlanjut di Jepang
Foto: iStock
Jakarta -

Makanan tradisional di beberapa negara sekarang dibatasi konsumsinya. Efeknya yang ekstrem pada tubuh hingga upaya konservasi jadi alasan aturan ketat konsumsinya.

Tradisi kuliner menjadi salah satu bagian yang selalu dibanggakan dari suatu budaya. Konsumsinya bahkan diwariskan secara turun temurun dan dijaga keberlangsungannya.

Namun ada beberapa makanan tradisional yang kini justru dibatasi. Sebab beberapa makanan dinilai terlalu ekstrem karena melibatkan mikrorganisme di dalamnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada juga penyajiannya yang diatur ketat karena kandungan racun di dalamnya. Namun, walaupun dibatasi, konsumsi beberapa makanan ini masih boleh dikonsumsi dengan syarat tertentu.

Berikut ini 5 hidangan tradisional yang konsumsinya mulai dibatasi:

Keju casu marzuKeju casu marzu dibatasi konsumsinya sebab ada larva lalat di dalamnya. Foto: CNN

1. Casu Marzu

Casu Marzu berasal dari Sardinia, Italia. Hidangan ini merupakan keju fermentasi ekstrem dengan melibatkan larva lalat hidup dalam proses pembuatannya.

ADVERTISEMENT

Keju ini dibuat dari pecorino yang dibiarkan terbuka agar lalat Piophila casei bertelur di dalamnya. Larva yang menetas kemudian dimanfaatkan untuk mempercepat proses fermentasi sehingga teksturnya menjadi sangat lembut dan beraroma tajam.

Sayangnya, keju ini dianggap tidak aman karena larva hidup berpotensi tetap bertahan di saluran pencernaan manusia. Risiko infeksi usus memicu larangan resmi dari Uni Eropa untuk peredaran Casu Marzu secara luas.

2. Fugu

Fugu adalah ikan buntal yang terkenal karena mengandung racun tetrodotoxin di bagian organ tertentu. Kesalahan kecil dalam proses pemotongannya bisa membuat hidangan ini berubah menjadi mematikan.

Di Jepang, sebagai negara yang berani menyajikannya, hanya koki bersertifikat khusus yang boleh menangani dan menyajikan fugu.
Regulasi di Jepang sangat ketat dalam mengatur penjualan dan pengolahan fugu.

Pemerintah menetapkan lisensi khusus yang mengharuskan koki menjalani pelatihan bertahun-tahun. Walau berbahaya, fugu tetap menjadi hidangan mewah yang memiliki konsume khusus apalagi dalam budaya Jepang.

3. Ortolan

Ortolan adalah jenis burung kecil yang dahulu sering dijadikan sebagai hidangan elit di Prancis. Proses penyajiannya kontroversial, burung ini ditangkap liar, dikurung dalam gelap, kemudian disajikan secara utuh setelah dimasak dengan cara tradisional.

Praktik ini dianggap tidak etis dan merusak populasi burung ortolan. Hingga akhirnya Uni Eropa dan pemerintah Prancis akhirnya melarang konsumsi ortolan demi melindungi spesies yang semakin menurun jumlahnya.

Namun beberapa pecinta kuliner ekstrem masih mencoba mencicipinya secara ilegal, terutama dalam jamuan rahasia. Meski kini dianggap tabu, Ortolan tetap menjadi simbol kelam sejarah gastronomi Prancis.

4. Haggis

Haggis disajikan sebagai makanan tradisional Skotlandia yang terbuat dari jeroan domba. Bahan-bahannya berupa paru, jantung, dan hati yang dicampur oats lalu dimasak dalam perut domba.

Haggis pernah dilarang masuk ke Amerika Serikat selama puluhan tahun. Larangan tersebut bukan karena racun, melainkan karena peraturan keamanan pangan Amerika Serikat yang melarang penjualan produk yang mengandung paru hewan.

Paru dianggap berisiko membawa patogen berbahaya sehingga tidak boleh dipasarkan untuk konsumsi manusia. Namun, sampai sekarang, hidangan ini selalu hadir dalam perayaan Burns Night dan dianggap sebagai simbol identitas nasional.

Ackee (Blighia sapida) ripe fruitBuah asal Jamaika ini tak bisa sembarang dikonsumsi. Foto: iStock

5. Buah Ackee

Ackee adalah buah nasional Jamaika. Buah ini berbeda dengan buah lainnya, hanya bisa dikonsumsi ketika benar-benar matang.

Buah yang belum matang mengandung hipoglycin A. Racun ini bisa menyebabkan muntah hebat hingga koma dalam kondisi yang dikenal sebagai Jamaican Vomiting Sickness sehingga penjualan dan konsumsinya diawasi dengan ketat.

Di Jamaika, masyarakatnya cukup berpengalaman dalam menentukan kapan ackee aman dimakan. Salah satu cirinya yaitu ketika buahnya secara alami terbuka di pohon.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Santai Bareng Keluarga di Rumah Makan dengan Suasana Perkampungan"
[Gambas:Video 20detik]
(dfl/adr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads