Bagi sebagian orang rasa pedas menjadi pelengkap kelezatan makanan. Ternyata kecintaan terhadap rasa pedas juga bisa dijelaskan secara ilmiah.
Makanan pedas sudah menjadi bagian dari keseharian di banyak negara, termasuk Indonesia. Dari sambal rumahan hingga hidangan pedas ekstrem yang viral, sensasi panas di lidah memiliki daya tarik tersendiri.
Meski bagi sebagian orang rasa pedas dianggap menyiksa, nyatanya banyak orang mencari sensasi itu untuk menambah kenikmatan makan. Fenomena ini tak hanya berkaitan dengan rasa semata, tetapi juga mencakup faktor biologis, psikologis, hingga budaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari Live Science, reaksi ini merupakan bentuk benign masochism. Artinya kondisi ketika manusia menikmati sesuai yang sebenarnya tidak nyaman, tetapi terasa aman.
Berikut ini 5 alasan orang suka makan pedas:
Rasa pedas yang menyakitkan ternyata justru dapat melepas hormon endorfin. Foto: iStock |
1. Sensasi Sakit yang Menyenangkan
Ketika seseorang menikmati makanan pedas, capsaicin pada cabai langsung menempel pada reseptor TRPV1 yaitu reseptor yang mendeteksi panas. Otak kemudian menginterpretasikan rangsangan itu sebagai ancaman seperti panas berlebih.
Karena tidak berbahaya, tubuh pun memberikan respons kimia yang unik. Begitu tubuh merasakan bahaya palsu, otak segera melepaskan endorfin.
Endorfin yang dilepaskan otak kemudian akan meredakan rasa sakit. Setelahnya diikuti pelepasan dopamin yang memicu sensasi euforia.
2. Efek Menyegarkan
Tubuh memiliki cara adaptif ketika menghadapi sensasi pedas dari makanan. Saat reseptor panas aktif, tubuh mengurangi suhu dengan memicu produksi keringat.
Menariknya, proses penguapan keringat di permukaan kulit justru memberikan efek sejuk. Bagi banyak orang, efek berkeringat ini menghadirkan rasa lega dan segar setelah menyantap makanan pedas.
Meskipun awalnya panas, tubuh kemudian masuk ke fase pendinginan. Para peneliti menyebut hal ini sebagai mekanisme termoregulasi yang sangat membantu di lingkungan bersuhu tinggi seperti Asia Tenggara.
3. Budaya dan Pengaruh Lingkungan
Di banyak budaya, makan pedas tak sekadar pilihan, tetapi tradisi turun-temurun. Indonesia misalnya, memiliki ratusan jenis sambal yang menyertai hampir setiap makanan.
Kebiasaan ini tumbuh dan akhirnya membentuk preferensi. Ketika terbiasa, tubuh perlahan meningkatkan toleransi terhadap capsaicin.
Orang yang sejak kecil makan pedas biasanya tidak lagi merasakan sensasi terbakar, melainkan menikmati kompleksitas rasanya. Preferensi ini terbentuk seperti kebiasaan rasa lainnya, sama seperti seseorang yang terbiasa makan manis atau asin.
Mereka yang doyan makanan pedas dinilai psikolog sebagai sosok yang suka tantangan. Foto: Thinkstock |
4. Suka Tantangan
Beberapa studi menunjukkan pencinta pedas cenderung memiliki sifat sensation seeking. Artinya mereka senang mencari pengalaman intens atau ekstrem.
Sensasi pedas dianggap sebagai tantangan ringan yang aman, tetapi memacu adrenalin. Bagi sebagian orang, menaikkan level pedas adalah bentuk kompetisi pribadi.
Tantangan ini kemudian menjadi pengalaman yang memuaskan ketika berhasil ditaklukkan. Menurut beberapa ahli psikologi, hal ini merupakan bentuk ekspresi diri.
5. Kaya Rasa dan Khasiat
Makanan pedas tidak berdiri sendiri, selalu ditemani bumbu gurih, aromatik, atau rempah yang membuat hidangan terasa kaya. Kombinasi rasa inilah yang membuat orang merasa makanan pedas lebih hidup dibandingkan hidangan tanpa sensasi panas.
Selain itu, capsaicin dalam cabai memiliki potensi manfaat kesehatan. Konsumsi capsaicin dapat mendukung metabolisme, meningkatkan aliran darah, hingga membantu tubuh mengolah energi lebih efisien.
Meski manfaat ini tergantung dosis dan kondisi individu, banyak orang tetap percaya bahwa makanan pedas memberikan efek ringan yang menyehatkan. Tak heran jika rasa pedas rasanya sulit ditinggalkan.
Baca juga: Stop! Jangan Lagi Lakukan 7 Kesalahan Saat Makan di Restoran Mewah Ini
Simak Video "Video: Pedas Nikmat Mie Semeru di Lumajang dengan Berbagai Level"
[Gambas:Video 20detik]
(dfl/adr)



KIRIM RESEP
KIRIM PENGALAMAN