8 Kesalahan Umum Tentang Konsep Halal, Tak Sekadar Hindari Babi-Alkohol!

8 Kesalahan Umum Tentang Konsep Halal, Tak Sekadar Hindari Babi-Alkohol!

Andi Annisa Dwi R - detikFood
Jumat, 31 Okt 2025 11:30 WIB
Asian Muslim beautiful woman family making iftar dua to break fasting during Ramadan.
Foto: Getty Images/iStockphoto/Kikujiarm
Jakarta -

Beberapa muslim masih menganggap urusan halal-haram sekadar menghindari konsumsi babi atau minuman alkohol. Namun, perkara halal dan haram lebih dari itu. Berikut 8 kesalahan yang masih kerap ditemui mengenai konsep halal.

Kreator halal, Anca, melalui akun Instagram anca.id (23/10), mengungkap salah paham terhadap konsep halal yang ada di masyarakat saat ini. Mulai dari menganggap semua restoran yang pegawainya berhijab itu pasti halal hingga menganggap halal cuma sekadar 'urusan' agama.

Berikut 8 kesalahan umum tentang konsep halal yang kerap ditemui di kalangan masyarakat Indonesia:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Halal = No Pork No Lard

Beberapa muslim masih bersantap di restoran yang mengusung 'No Pork No Lard'. Faktanya, klaim tersebut tak selalu berarti halal. Sebab aspek kehalalan tak hanya soal babi dan lemak babi, tapi juga penggunaan bahan lain dalam masakan yang berpotensi tidak halal.

"Halal mencakup semua aspek hidup, mulai dari bahan, makanan, cara penyembelihan hewan, proses produksi, transaksi bisnis, sampai gaya hidup," tulis Anca.

ADVERTISEMENT

2. Asal tidak makan babi dan minum alkohol

Kesalahan umum lain soal konsep halal adalah muslim kerap menganggap, 'selama tidak makan babi dan minum alkohol', maka hal itu sudah cukup. Faktanya, tidak sesederhana itu.

Bahan lain, seperti saus, gelatin, atau emulsifier, bisa jadi mengandung turunan babi atau alkohol. Bahkan cara penyimpanan dan pengolahan bahan makanan itu bisa menjadikannya tidak halal.

3. Yang penting halal

Dalam Islam, ada konsep halal dan thayyib. Halal saja belum cukup, karena sebaiknya juga thayyib. Thayyib berarti baik atau bersih. Dalam konteks makanan, istilah thayyib merujuk pada makanan yang tidak hanya halal secara syariat, tetapi juga sehat, bergizi, aman untuk dikonsumsi, dan tidak membahayakan tubuh atau akal.

Anca menulis, "Halalan thayyiban artinya halal dan baik. Jadi bukan cuma sah secara syariat, tapi juga sehat, etis, dan ramah lingkungan."

4. Pelayan berhijab sudah pasti menandakan tempat makan halal

Kalau makan di restoran lalu melihat pelayannya berhijab, sebagian besar muslim menganggap restoran sudah pasti menyajikan makanan halal. Faktanya, tidak sesederhana itu.

Ada banyak kasus muslimah berhijab menjadi pelayan di restoran yang menjual menu tidak halal. Karena itu, pastikan pahami titik kritis makanan, sebelum makan di restoran yang belum mengantongi sertifikasi halal.

5. Halal cuma urusan agama

Hanya menganggap halal adalah urusan agama adalah kesalahan besar. Karena halal ada hubungannya dengan kesehatan.

Kembali lagi pada konsep halal dan thayyib yang berarti makanan baik dan bersih. "Bebas dari racun, najis, dan bahan berbahaya. Jadi halal itu juga kesehatan dan etika konsumsi," tulis Anca.

6. Produk tanpa label halal pasti haram

Tak bisa dipungkiri, untuk mendapatkan sertifikat halal, sebuah tempat makan harus melalui proses penilaian. Proses ini bisa jadi memakan waktu.

Namun, bukan berarti produk makanan yang belum mendapat sertifikat halal itu semuanya haram. Disarankan, konsumen tetap harus kritis jika menemui kondisi seperti ini.

7. Kosmetik dan skincare tak perlu sertifikasi halal

Halal kini tak hanya urusan makanan, tapi juga merambah gaya hidup. Memilih produk kosmetik dan skincare pun disarankan yang sudah mengantongi sertifikat halal.

Klaim halal itu diperlukan karena banyak kosmetik kini pakai bahan dari hewan atau alkohol. Jadi, jika sebuah produk kosmetik dan skincare sudah mengantongi sertifikat halal, maka berarti dalam proses produksi sampai pengemasannya, bebas dari kontaminan haram.

8. Halal cuma buat muslim

Kesalahan umum lain soal konsep halal adalah halal cuma buat muslim. Hal ini tidak tepat karena prinsip halal banyak diakui oleh nonmuslim.

Halal dianggap lebih higienis, etis, dan traceable. "Banyak konsumen nonmuslim dunia juga cari produk halal karena kualitasnya," kata Anca.

Halaman 2 dari 2
(adr/adr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads