Jadi restoran cepat saji terpopuler di dunia, ternyata ada beberapa negara yang tidak memiliki gerai McDonald's sama sekali. Kenapa ya alasannya?
McDonald's yang berasal dari Amerika memang dikenal sebagai salah satu jaringan restoran cepat saji terbesar di dunia. Mereka punya lebih dari 38.000 cabang di berbagai negara.
Namun, tidak semua tempat terjamah oleh restoran dengan ikon Golden Arches ini. Faktor ekonomi, budaya, hingga geopolitik membuat kehadiran McDonald's terhambat di sejumlah wilayah.
Dilansir dari Reader Digest (18/09/2025), berikut lima negara yang hingga kini tidak memiliki satu pun restoran McDonald's.
1. Islandia
McDonald's sempat hadir di Reykjavík, Islandia, pada 1993. Namun, krisis keuangan global 2007-2008 membuat biaya impor bahan baku membengkak dan sulit menjaga keuntungan. Akhirnya, seluruh gerai McDonald's di Islandia ditutup pada 2009 dan digantikan oleh Metro, restoran cepat saji dengan menu mirip tetapi menggunakan bahan lokal.
Kini meski kondisi ekonomi sudah membaik, preferensi masyarakat berubah. Orang Islandia lebih bangga menikmati makanan dengan bahan segar dari dalam negeri dan mendukung pertanian lokal.
Kebiasaan itu membuat kehadiran kembali McDonald's dianggap kurang relevan dengan tren konsumsi yang mengutamakan kualitas dan keberlanjutan.
2. Rusia
McDonald's pertama kali membuka cabang di Moskow pada 1990 dan menjadi simbol membaiknya hubungan Amerika Serikat dan Rusia pasca-Perang Dingin. Selama tiga dekade, restoran ini berkembang pesat dengan jutaan pelanggan setiap hari.
Namun, pada 2022, perang Rusia-Ukraina mengubah segalanya. McDonald's memutuskan menghentikan operasinya dan kemudian keluar sepenuhnya dari pasar Rusia. Gerai yang ada diambil alih dan berganti nama menjadi Vkusno & Tochka atau 'Tasty & That's It.'
Anehnya, perubahan itu tidak mengurangi antusiasme warga. Hingga kini, merek baru tersebut tetap populer dan mampu melayani sekitar dua juta pelanggan setiap hari.
3. Zimbabwe
Zimbabwe sebenarnya sempat hampir memiliki McDonald's pada tahun 2000. Namun, rencana itu batal karena krisis ekonomi berkepanjangan. Menurut pakar pangan Afrika, biaya operasional yang tinggi, infrastruktur yang tidak stabil, dan daya beli masyarakat yang rendah membuat negara ini kurang menarik bagi jaringan cepat saji global.
Meski begitu, absennya McDonald's juga membawa dampak positif. Kehadiran rantai makanan cepat saji sering dianggap mengikis budaya kuliner lokal, mendorong pola makan seragam, dan meningkatkan risiko penyakit seperti obesitas serta diabetes.
Zimbabwe kini justru dipandang memiliki peluang untuk memperkuat tradisi kuliner, melindungi pedagang kecil, dan menjaga warisan budaya kuliner tradisionalnya.
Simak Video "Video: Penjelasan BPOM soal Taiwan Larang Indomie Soto Banjar "
(sob/adr)