Sekelompok peneliti menyingkap penemuan kecap ikan yang tak biasa. Berusia 1.800 tahun, kecap ikan ini diduga berasal dari zaman Romawi kuno.
Perjalanan sebuah bumbu masakan tidaklah singkat. Selayaknya budaya kuliner yang turun temurun dari nenek moyang, begitu juga beberapa bahan makanan yang ternyata sudah digunakan sejak zaman kuno.
Dilansir dari New York Post, Rabu (23/7), peneliti bernama Goncalo Themudo mempublikasikan penemuannya pada jurnal Atiquity. Peneliti tersebut menemukan jejak peninggalan kecap atau saus ikan yang telah terfermentasi dan diduga terperam sejak zaman Romawi kuno.
Penemuan tersebut terjadi di area arkeologi di Galicia, Spanyol. Penemuannya berupa tong yang meninggalkan jejak saus atau kecap. Di bagian bawahnya ditemukan pula fosil pecahan tulang ikan.
Setelah melalui tes DNA, ditemukan fakta tulang ikan tersebut berusia 1.800 tahun. Sisa-sisa pada tong yang ditemukan juga menunjukkan adanya proses fermentasi yang panjang telah dilakukan untuk mengolah ikan tersebut.
"Kami mengetahui dari sumber lain dan bentuk identifikasi morfologi bahwa ikan ini seharusnya adalah ikan sarden," ujar Themudo saat diwawancarai Fox News Digital.
Temuan Themudo merujuk pada penelusuran genetik dari ikan yang ditemukan. Ia meyakini hasilnya menunjukkan jenis ikan itu benar-benar sarden.
"Tetapi selalu ada kemungkinan hasil morfologinya menjadi salah karena ini hanya berdasarkan pada tulang yang lepas dan sangat kecil," lanjutnya.
Namun jika merujuk pada sejarah kecap ikan tersebut, fakta lain yang ditemukan adalah saus ini juga diekspor oleh Kerajaan Romawi sejak zaman dahulu. Ada banyak hidangan yang dibumbui dengan kecap ikan tersebut terutama di benua Eropa.
Kecap ikan tersebut juga dikenal dengan sebutan garum. Themudo lebih lanjut mengungkapkan garum memiliki kandungan glutamat yang tinggi sehingga rasa gurih dan umaminya pekat mirip seperti kecap ikan, kaldu, jamur, atau beberapa jenis keju.
Themudo juga sempat membandingkan langsung antara garum dengan kecap ikan yang banyak dikonsumsi di Asia. Keduanya hampir mirip persis, tetapi ada beberapa perbedaan yang hampir sulit dijelaskan oleh Themudo.
"Seharusnya (fosil garum) itu beraroma yang kuat. Itu bisa jadi awalnya kaldu ikan dan digunakan untuk membumbui daging atau ikan selama proses memasak," tambah Themudo.
Penemuan ini tak hanya membuka mata ahli pada bidang kuliner tetapi juga membuktikan bahwa jejak DNA tak akan mudah terurai walaupun sudah menjadi fosil ribuan tahun.
Simak Video "Pelari Newbie Jangan Gegabah!"
(dfl/adr)