Gorengan Pakai Minyak Babi Lebih Garing dan Gurih? Ini Kata 2 Chef

Gorengan Pakai Minyak Babi Lebih Garing dan Gurih? Ini Kata 2 Chef

Andi Annisa Dwi R - detikFood
Rabu, 28 Mei 2025 10:30 WIB
Ilustrasi ayam goreng kremes
Foto: Getty Images/Sukarman karman
Jakarta -

Kisah Ayam Goreng Widuran nonhalal membuat minyak babi dan gorengan ikut jadi sorotan. Benarkah menggoreng pakai minyak babi menghasilkan makanan yang lebih garing dan gurih? Ini kata 2 chef.

Belakangan netizen ramai membicarakan rumah makan Ayam Goreng Widuran di Solo yang ternyata nonhalal. Pegawai mengungkap unsur nonhalal ada pada kremesan ayam goreng yang digoreng menggunakan minyak babi.

"Kremesan dibuat dari yang nonhalal, dari minyaknya. Kalau untuk yang menggoreng ayam beda minyak, minyak yang dipakai untuk kremes nonhalal. Minyak ini cuma untuk kremesan," jelas pegawai bernama Nanang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa yang sudah pernah makan Ayam Goreng Widuran pun menyebut kremesannya terasa gurih nikmat. Banyak netizen kemudian berspekulasi hal ini karena kremesan digoreng bersama minyak babi.

Lantas benarkah minyak babi bikin hasil gorengan lebih garing dan gurih?

ADVERTISEMENT
Minyak babiMinyak babi bikin aroma masakan lebih wangi. Foto: iStock

Kepada detikfood (27/5/2025), chef Stefu Santoso yang merupakan Executive Chef APREZ Catering & AMUZ Gourmet Restaurant mengungkap minyak babi sejatinya sudah lama dipakai dalam budaya kuliner China.

"Fungsi minyak babi itu lebih untuk membuat makanan menjadi lebih gurih sama lebih wangi, sesuai dengan karakter dari lemak babi itu sendiri (pork fat atau pork lard) yang kalau kita tambahkan ke makanan memang akan jadi lebih gurih dan wangi," ungkap chef Stefu.

Namun, soal kegurihan, menurut chef Stefu tidak serta merta membuat seseorang bisa mengklaim kalau makanan yang gurihnya lebih kuat berarti dibuat dengan minyak babi. "Gurih itu kan bisa juga karena MSG. Agak sulit sih (membedakan rasa gurih dari pemakaian minyak babi atau MSG)," ujar chef Stefu.

Dari segi tampilan dan tekstur pun, menurutnya, sulit dibedakan antara gorengan yang dibuat menggunakan minyak babi atau tidak.

Chef Stefu menjelaskan, "Sulit dibedakan karena bentuknya sudah tidak kelihatan, kecuali kalau mengenali lemak babi yang digoreng. Nah, itu kelihatan. Biasanya dipakai sebagai topping makanan, seperti mie dengan soya sauce yang populer di Singapura."

Chef ini juga meluruskan anggapan banyak orang yang mengidentikkan tekstur renyah kremes bisa jadi akibat penggunaan minyak babi. "Kerenyahan kremes itu nggak dipengaruhi minyak babi, tapi masalah pemakaian berapa komposisi air dengan tepungnya," ujar chef Stefu.

Kremesan bisa dibuat dengan tepung beras, tepung sagu, atau tepung terigu. "Beda semua loh refleksinya. Bukan karena si minyak babinya. Nggak ada urusannya minyak babi (dengan tekstur renyah makanan)," sambung chef Stefu.

Ia menekankan proses menggoreng kremesan lebih berpengaruh pada hasil akhirnya. "Kalau kremes itu harus dibuat dengan minyak yang sangat panas, baru dia bisa jadi kremes yang renyah," kata chef berpengalaman puluhan tahun ini.

Komentar chef Eddrian soal penggunaan minyak babi pada masakan ada di halaman selanjutnya.

Chef Eddrian Tjhia, spesialis masakan Bangka, juga mengungkap pada detikFood (27/5) soal penggunaan minyak babi. Ia menjelaskan fungsi minyak babi lebih kepada memunculkan aroma wangi pada masakan, bukan memunculkan tekstur garing atau renyah.

"Lebih wangi, lebih enak aromanya, masakan jadi menggugah selera," ujarnya. Chef Eddrian pun nostalgia dengan masa kecilnya di Bangka. Sang ayah sering membuat minyak babi sendiri lalu menaruhnya di panci sampai beku berwarna putih.

"Zaman dulu kan susah ya. Jadi untuk sarapan, tinggal ambil satu piring nasi hangat dan satu sendok minyak babi yang sudah dilelehkan. Dicampur, langsung dikasih kecap saja, rasanya sudah enak dan wangi," kata chef Eddrian.

Ia pun mengakui masakan yang dimasak dengan minyak babi sejatinya sulit untuk dibedakan. "Kalau sudah dimasak, samar aja gitu. Nggak ada kelihatan, misalnya dari tekstur atau rasanya. Tapi kalau aroma, wangi," lanjutnya.

Bagi orang yang terbiasa konsumsi makanan mengandung minyak babi, tentu dapat langsung mengenali kalau aroma itu khas minyak babi. Namun, Muslim mungkin bisa berpikir 'hanya wangi' yang didapat dari penggunaan bahan rahasia.

"Misalnya kita orang Chinese, begitu makan udah tahu langsung ini tebak 1000% minyak babi. Tapi kalau misalnya orang yang awam, ya mereka paling pikir ini rahasia dapur restoran," sambung chef Eddrian.

Menyoal status halal dan nonhalal di sebuah tempat makan, chef Eddrian menganggap perlu kejujuran dari pihak tempat makan untuk menginformasikan, sekaligus kesadaran dari pihak pelanggan untuk pintar-pintar mengenali tempat makan halal atau nonhalal.

"Kalau misal kuliner di Bangka Belitung, misalnya ke restoran China, orang muslim nggak mungkin datang makan di sana. Memang mereka (pihak restoran) tidak mencantumkan halal atau nonhalal. Cuma masyarakat sudah tahu kalau restoran China kemungkinan besar ada unsur babi, jadi mereka tidak datang," cerita chef Eddrian.

Halaman 2 dari 2
(adr/odi)

Hide Ads