Junglegold mengklaim sebagai cokelat 100% nabati pertama di dunia. Tanpa campuran susu hewani cokelat ini cocok bagi vegetarian.
Selain pai susu dan kacang, cokelat menjadi salah satu oleh-oleh yang sedang naik daun di Bali. Dari sederet produk cokelat yang sedang ngetrend, seperti Falala, Mason, dan Heavenly, Junglegold terlihat paling berbeda. Baik dari pilihan rasa, kemasan, maupun harga. Maklum, cokelat ini diklaim 100% nabati pertama di dunia.
"Kami tidak menggunakan campuran susu sapi tapi santan, dan untuk gulanya diolah dari cairan khas bunga kelapa (nektar) yang dibuat kristal tanpa pengawet atau zat aditif lainnya," ungkap Gung Wah, staf pemasaran Junglegold Chocolate Factory kepada detikFood, Selasa (4/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gula jenis ini, imbuhnya, lebih sehat daripada gula rafinasi karena glikemik rendah dan mengandung mineral.
Tidak seperti gula rafinasi, gula ini juga dibudidayakan dan diproduksi oleh masyarakat lokal yang berlokasi tidak jauh dari pabrik di sekitar Carangsari, Badung. Pada 2014, Junglegold mulai bekerja sama dengan petani gula kelapa lokal untuk meningkatkan kualitas gula mereka.
![]() |
Semula, tulis Junglegold dalam webnya, kemurnian gula mereka masih rendah dan kadar airnya terlalu tinggi. Secara perlahan dengan pendampingan yang dilakukan para ahli Junglegold kualitas gula pun meningkat sehingga biasa masukkan ke semua resep cokelat hitam Junglegold.
"Kami membeli pemanis alami yang lezat ini dari koperasi lokal dengan harga tinggi," tegasnya.
Aroma khas cokelat yang menggoda sudah tercium sejak dari halaman parkir. Maklum, gerai tersebut berdampingan dengan pabrik atau tempat pengolahan cokelat. Para pengunjung dapat menyaksikan langsung proses produksi dari balik kaca.
Pabrik ini memproduksi sekitar 40 varian rasa seperti Cookies & Cream, Bali Creamy, Dark Chocolate, Sea Salt & Cacao Nibs, Cafe Mocha, Orange, Peppermint, bahkan Chilli alias pedas.
Esty, wisatawan dari Depok, menyebut varian Sea Salt terasa unik. "Aku coba beberapa varian ya secara umum memang beda banget kelembutan dan lezatnya di lidah. Gak menyisakan seperti residu di rongga mulut. Khusus yang Sea Salt ini di endingnya kok jadi ada rasa gurih uang cukup kuat," katanya.
![]() |
Esty juga sempat mengerjai putranya, Mikail (10), dengan menyodorkan cokelat varian Chilli (Rp 79 ribu). Ekspresi Mika semula biasa saja seperti tengah mencicipi cokelat varian rasa lainnya.
Namun menjelang gigitan terakhir tiba-tiba dia menghambur memeluk sang Bunda. Wajahnya sedikit memerah dan matanya berkaca-kaca, menahan pedas. Beberapa pengunjung pun tertawa melihat ekspresi tersebut.
Junglegold Chocolate Factory sebelumnya bernama Pod Chocolate didirikan oleh I Gusti Ayu Agung Inda Trimafo Yudha (Gung Inda) bersama suaminya, Tobias Garrit, melalui PT Bali Coklat pada 2010.
Gung Inda adalah salah seorang cucu pahlawan Bali, I Gusti Ngurah Rai. Sejak dua dekade lalu Gung Inda bergerak di sektor pariwisata, dan belakangan juga berkiprah di bidang politik. Dia baru terpilih menjadi anggota DPR-RI dari PDI Perjuangan.
![]() |
Sementara Tobias, lelaki asal Australia yang sudah menjadi WNI punya latar pendidikan Le Cordon Bleu & Swiss Hotel's Association. Tobias juga dikenal sebagai aktivis gerakan lingkungan berkelanjutan.
Saat memulai usaha, kondisi sebagian besar petani di Bali tak lagi menanam kakao. Penyebabnya adalah hama yang merajalela, kualitas kakao buruk sehingga harga jauh di bawah harga pasar.
Selama dua tahun, Tobias dan koleganya mengedukasi para petani tentang cara terbaik menanam kakao. Dia memperkenalkan model pertanian sederhana yang ramah lingkungan, menggunakan mikroorganisme, pengelolaan hama yang benar, dan menghindari penggunaan bahan kimia.
"Kami membeli kakao petani dengan harga lebih tinggi, bahkan sampai dua kali lipat dibanding sebelumnya. Itulah kenapa harga produk kami masuk kategori premium dengan harga di atas rata-rata," kata Gung Wah.
Semula pabrik cokelat berada di Carangsari, lalu pindah ke Jalan Denpasar-Singaraja Nomor 29, Werdi Bhuwana, Mengwi, Kabupaten Badung. Hal itu seiring dengan kapasitas produksi yang terus meningkat, dari semula cuma mengolah 5 kg kakao per hari menjadi 200 kg, dan kini sekitar 1,5 ton per empat jam.
"Itu berkat penggunaan mesin-mesin baru dari Eropa," kata Gung Wah. Saat ini penjualan rata-rata cokelat Junglegold sekitar 10-12 ton per bulan.
![]() |
Pada awal November 2023, Junglegold meraih penghargaan dalam pameran cokelat internasional di Salon du Chocolat di Paris, Prancis. Pada 2022, Junglegold meraih perak untuk kategori kemasan seri Bali untuk dark Bean to Bar di ajang kompetisi cokelat dunia yang digelar Academy Chocolate, Inggris.
Selain gerai puluhan rasa cokelat dengan kemasan mewah bertema Bali, para pengunjung juga dapat menikmati aneka minuman dan camilan berbahan cokelat. Di sepanjang koridor menuju toko dan pabrik terpampang foto-foto dan informasi perjalanan sejarah Junglegold, proses pengolahan cokelat, hingga berbagai perkakas yang digunakan para petani kakao.
Selain menjual cokelat langsung, Junglegold juga menyediakan paket wisata edukasi ke pabrik dengan tarif Rp 100 ribu. Paket ini, menurut Gung Wah, mengajak pengunjung mengenali pohon kakao, memetik dan memilahnya, fermentasi, menjemur, memanggang, mengayak, menggiling, hingga melelehkan biji cokelat, mencetak dan mengemasnya.
(adr/adr)