3. Perhatikan takaran saji
Walaupun sudah berusaha membaca label makanan, pihak produsen juga tak mudah menyerah. Ada trik-trik yang sengaja dilakukan untuk mengelabui pelanggan.
Yakni takaran antara kandungan bahan dan nutrisi dengan takaran saji. Berat bersih yang tercantum pada kemasan biasanya tidak sesuai dengan takaran saji yang dianjurkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya takaran nutrisi pada kemasan hanya sebagian kecil dari jumlah berat bersihnya. Jika ingin mengetahui kandungan nutrisi sesuai berat bersihnya, konsumen perlu menghitung 4-5 kali lipatnya.
4. Istilah klaim yang menipu
![]() |
Penggunaan istilah yang menarik menjadi cara terbaik yang bisa dilakukan oleh produsen untuk membuat produknya tampil sebagai pilihan. Pada makanan-makanan yang sering dianggap sehat, umumnya istilah yang seolah menjanjikan dituliskan dengan besar.
'Tanpa gula tambahan', 'Bahan alami', 'Difortifikasi' dan beberapa istilah lainnya sering dituliskan pada produk makanan kemasan. Faktanya ada bahan tambahan yang digunakan untuk mengganti bahan-bahan yang telah dihilangkan tersebut.
Pada makanan yang diakui tak menggunakan gula, biasanya akan memasukkan gula subtitusi. Ancaman konsumsi gula subtitusi ini tak kalah mengerikan daripada gula murni.
5. Penggunaan nama lain untuk gula
Dari sekian banyak daftar bahan dan pengakuan yang dituliskan produsen adalah istilah gula yang sulit dikenali. Gula tidak hanya bisa dituliskan sebagai gula.
Ada banyak istilah dan penamaan untuk pemanis yang perlu diperhatikan konsumen. Secara garis besar pemanis sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu gula, sirup, dan gula tambahan.
Gula contohnya seperti gula merah, gula kastor, gula kelapa, dan lainnya. Sementara untuk sirup akan ditemukan madu, nektar agave, sirup maple, dan masih banyak lagi. Namun gula tambahan menjadi yang paling banyak istilah, ada maltosa, glukosa, konsentrat jus buah, disakarida, dan masih ratusan istilah lain.
(dfl/odi)