Tumpeng selalu menjadi simbol dalam momen sakral, seperti Dirgahayu Republik Indonesia. Ini karena tumpeng sarat akan makna. Begini filosofinya!
Tumpeng merupakan makanan khas Nusantara berupa nasi kuning yang dibentuk kerucut. Kemudian, disajikan dengan aneka lauk, mulai dari ayam goreng, tempe orek, telur, dan lainnya.
Dalam tradisi di Indonesia, tumpeng kerap dihadirkan sebagai simbol dalam momen sakral, termasuk peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan ada proses pemotongan pucuk tumpeng yang dilakukan sebagai bentuk syukur. Tradisi ini pun sudah dilakukan sejak lama, jauh sebelum Hindu dan Islam masuk ke Nusantara.
Begini fakta tentang tumpeng:
1. Tumpeng berasal dari Jawa
![]() |
Dalam sebuah webinar bertajuk 'Sarasehan Tumpeng' bersama Aksara Pangan yang bekerja sama dengan FTP, Universitas Gadjah Mada(10/12), dijelaskan bahwa tumpeng berasal dari Jawa.
Rupanya tumpeng tak hanya terbuat dari nasi kuning saja, tetapi juga ada yang terbuat dari nasi putih. Bagi masyarakat Jawa, tumpeng bukan hanya sekadar makanan.
Chef sekaligus pakar kuliner dan gastronomi Wira Hardiyansyah menjelaskan bahwa kata tumpeng merupakan singkatan dalam bahasa Jawa.
Kepanjang dari singkatan tumpeng adalah Tumapaking panguripan-tumindak lempeng-tumuju pangeran' yang artinya tertatanya hidup berjalan lurus kepada Tuhan.
2. Tercatat dalam Serat Centhini
Sebelumnya banyak yang mengklaim bahwa tumpeng merupakan simbolisasi dari agama Hindu. Faktanya, tumpeng sudah ada jauh sebelum agama Hindu dan Islam masuk ke Indonesia.
Chef Wira menuturkan bahwa tumpeng ada saat masyarakat masih menganut kepercayaan Kapitayan. Saat itu, tumpeng dijadikan sebagai sesaji atau media doa.
Selain itu, tumpeng juga tercatat dalam Serat Centhini dan disebutkan bahwa tumpeng identik dengan tradisi makan bersama atau bancakan.
Sejarah tumpeng ada di halaman selanjutnya.
3. Tumpeng identik dengan selamatan
Sejak saat itu, tumpeng disimbolkan sebagai bentuk syukur. Karenanya, tumpeng selalu hadir dalam acara-acara sakral seperti selamatan pada agama Islam.
Rupanya, ada keterkaitan antara tumpu dengan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia. Diawali dengan Sunan Bonang yang datang ke sebuah desa di Kediri.
Saat itu, di desa tersebut ada aliran yang dianggap ekstrem, yakni upacara pengorbanan yang harus makan manusia. Upacara itu ditiru oleh Sunan Bonang, tapi tanpa ada pengorbanan.
Upacara itulah yang dikenal dengan istilah selametan. Dalam acara tersebut, Sunan Bonang menjadikan tumpeng sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
4. Filosofi tumpeng
![]() |
Ada makna mendalam dari bentuk kerucut pada tumpeng. Masyarakat Sunda mengibaratkan tumpeng seperti matahari dan gunung. Nampan yang dihias dengan daun pisang pun diibaratkan seperti matahari.
Tumpeng yang populer di masyarakat Sunda adalah yang berwarna kuning. Warna kuning tersebut disimbolkan sebagai warna matahari dan bentuk kerucut sebagai gunung.
Masyarakat Sunda sangat mengsakralkan gunung, sebab mereka yakin bahwa gunung merupakan tempat bersemayamnya para dewa dan arwah leluhur mereka.
5. Terjadi pergeseran nilai
Seiring dengan berkembangnya zaman, terjadi pergeseran tentang pemaknaan tumpeng. Khususnya saat masuknya agama Islam dan mempengaruhi kebudayaan Jawa.
Sekarang, umat Muslim tidak lagi meyakini benda-benda yang memiliki kekuatan ghaib, seperti yang diyakini oleh keyakinan Kapitayan maupun Hindu-Buddha.
Umat Muslim hanya menjadikan tumpeng sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT. Mereka juga mengubah mantra menjadi doa yang berisi pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
Simak Video "Tugu Kunstkring Paleis: Restoran Klasik dengan Makanan Nusantara"
[Gambas:Video 20detik]
(raf/odi)