Sedih! 18 Penjual Es Tebu Berhenti Jualan Gegara Harga Bahan Baku Naik

Sedih! 18 Penjual Es Tebu Berhenti Jualan Gegara Harga Bahan Baku Naik

Atiqa Rana - detikFood
Sabtu, 29 Jun 2024 17:00 WIB
Shin Min Dally News
Foto: Shin Min Dally News
Jakarta -

Para penjual es tebu kaki lima di Singapura sedang mengalami krisis. Bertahun-tahun jualan, mereka memilih untuk menutup kios karena alasan ini!

Es tebu menjadi salah satu jajanan yang digemari banyak orang di Singapura. Sama seperti di Indonesia, minuman ini terbuat dari air perasan tebu. Biasanya penjual es tebu di Singapura bisa ditemukan di pinggir jalan atau di area hawker stall.

Salah satu area pujasera yang banyak diadati penjual es tebu yaitu di Marsiling Mall Hawker Centre. Sayangnya, dari 18 kios yang menjual es tebu, kini hanya tersisa tujuh kios yang masih beroperasi. Sisanya telah tutup karena meningkatnya biaya yang dihadapi oleh para pedagang selama beberapa tahun terakhir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melansir asiaone.com (24.06/2024), Chua Lay Sing, ketua Asosiasi Pedagang Pusat Kota Woodlands mengungkap kepada Shin Min Daily News, jika dalam beberapa tahun terakhir, baik pedagang kaki lima maupun pengunjung restoran harus membayar lebih untuk minuman tebu.

Menurut laporan CNA tahun 2018, kenaikan harga ini mungkin disebabkan oleh kekurangan pasokan di pabrik tebu. Akhirnya ada gangguan distribusi ke penjual dan juga pemasok.

ADVERTISEMENT
Shin Min Dally NewsBegini tampilan salah satu penjual sari tebu di Singapura yang masih bertahan. Foto: Shin Min Dally News

Terlebih adanya pandemi Covid-19 yang memperburuk keadaan saat itu. Orang-orang asing yang bekerja di pertanian di Malaysia berkemas dan kembali ke negara asal mereka.

Salah satu pemasok mengungkap, penanaman tebu kembali dilanjutkan ketika kebijakan pandemi secara bertahap dicabut. Namun, periode pertumbuhan yang panjang menyebabkan pasokan tebu masih terbatas.

Menurutnya, harga tebu saat itu naik menjadi sekitar 37 SGD atau 38 SGD (Rp 446-458 ribu). Dengan adanya inflasi saat ini dan kenaikan pajak GST, sulit bagi penjual tebu mengembalikannya ke harga sebelumnya.

Diketahui sebelum pandemi, sekotak tebu seberat 20 kilogram dijual dengan harga 20 SGD sampai 30 SGD (Rp 241-361.000).

Di antara tujuh penjual yang masih bertahan menjual sari tebu di Marsiling Mall Hawker Centre, salah satunya ada yang sudah menginjak usia 60 tahun.

Penjual bernama Chen ini tidak sekadar menawarkan es sari tebu original, tetapi juga memadukan minuman itu dengan buah-buahan, seperti lemon, kelapa, dan plum asin. Ia juga mengungkap, harga sekotak tebu naik menjadi 35 SGD (Rp 421.000) pada awal tahun lalu.

Akhirnya, ia menaikkan harga jualannya, sebesar 10 sen. Di kiosnya, segelas jus tebu sedang dengan plum asin harganya 3 SGD (Rp 36.000). Jika memesan jus tebu dengan jeruk nipis atau lemon harganya 3.50 SGD (Rp 42.000).

Shin Min Dally NewsPara penjual memutuskan untuk berhenti karena harga bahan baku naik. Foto: Shin Min Dally News

Ada juga penjual lain bernama Liu yang menawarkan sari tebu dengan kopi dan teh. Ia mengungkap, selama bulan puasa tahun lalu, harga sekotak tebu juga pernah naik lebih dari 20 SGD (Rp 241.000)

Untuk itu, Liu terpaksa menaikkan harga sari tebu jualannya sebesar 50 sen. Setiap gelas cangkir tebu berukuran biasa dan besar dibanderol dengan harga 2 SGD (Rp 24.000) dan 3 SGD (Rp 36.000).

Kondisi kenaikan harga bahan baku tebu pun membuat banyak penjual tebu menyerah dan memutuskan untuk menutup gerai mereka.




(aqr/adr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads