Alergi Makanan, Wanita Ini Hanya Bisa Makan Oatmeal

Alergi Makanan, Wanita Ini Hanya Bisa Makan Oatmeal

Yenny Mustika Sari - detikFood
Selasa, 02 Apr 2024 13:01 WIB
Healthy breakfast Organic oat flakes in a wooden bowl Grey textile background Top view Copy space
Foto: iStock
Jakarta -

Seorang wanita di Boston, Amerika Serikat mengungkapkan dirinya mengidap sindrom aneh yang mengacu pada alergi makanan. Saat ini, ia hanya megonsumsi oatmeal.

Pada bulan September 2017, Caroline Cray yang berusia 24 tahun ini menghabiskan 12 jam di rumah sakit setelah dia makan es krim dan mengalami anaphylactic shock. Caroline mengalami 3 reaksi alergi yang lebih parah pada bulan itu terhadap roti dan pizza.

Usai makan nasi dan kacang-kacangan bersama keluarganya, Caroline kembali bereaksi dan menghabiskan 12 hari di perawatan intensif. Setelah 10 bulan menjalani tes, Caroline didiagnosis menderita penyakit kronis langka, sindrom aktivasi sel mast (MCAS) - yang menyebabkan gejala alergi parah berulang kali - pada Mei 2018, seperti dikutip dari Mirror (27/3).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

wanita alergi makanan hanya bisa makan oatmealwanita alergi makanan hanya bisa makan oatmeal Foto: Caroline Cray / SWNS

Alergi pada makanan yang dideritanya itu berlaku hampir ke seluruh makanan sehari-hari, seperti ikan, kacang-kacangan, dan mustard. Oleh karena itu, sekarang ia menjalani pola makan unik hanya mengonsumsi oatmeal dan susu bayi.

"Saya berada pada titik di mana pola makan saya hanya EleCare (susu bayi) dan oatmeal. Saya akan mengonsumsinya 3 kali sehari. untuk mengobati diri sendiri sebelumnya," ungkap Caroline Cray.

ADVERTISEMENT

Meski pola makannya dibatasi, Caroline tidak menutup diri. Ia masih keluar makan bersama keluarga maupun teman-temannya.

"Ini benar-benar sulit. Dengan pola makan yang terbatas, saya menyadari bahwa budaya adalah soal makanan. Namun saya tidak mengesampingkan hal-hal lain, saya duduk dan makan bersama keluargaku setiap malam. Aku akan keluar untuk makan, tapi aku membawa makanan sendiri," lanjutnya.

Awalnya, diagnosis dokter tersebut berasumsi bahwa reaksi alergi akan berlangsung selama beberapa bulan saja. Namun, beberapa bulan setelahnya masih membuat Caroline sakit.




(yms/odi)

Hide Ads