Kota Solo, Jawa Tengah menyajikan 15.000 porsi jenang untuk masyarakat dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Solo. Begini faktanya!
Solo baru saja berulang tahun yang ke-278 pada 17 Februari kemarin. Rangkaian adat hingga hiburan pun dilakukan meriah, seperti yang dibagikan oleh Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
Dalam unggahan Instagramnya @gibran_rakabuming (18/02/24) ia memperlihatkan suasana Ngarsapura yang tersaji 15.000 jenang.
"Ada 15.000 porsi jenang gratis untuk merayakan HUT ke-279 Kota Solo di sepanjang Ngarsapura," tulis Gibran dalam unggahan di Instagramnya.
Jenang merupakan kuliner khas Jawa yang terbuat dari tepung beras atau tepung ketan lalu dimasak dengan santan dan ditambahkan gula merah atau gula putih.
Makanan ini kerap hadir dalam perayaan tertentu karena memiliki filosofi yang mendalam. Dilansir dari berbagai sumber, berikut faktanya!
1. Sejarah jenang
Travelling chef Wira Hardiansyah mengatakan bahwa jenang sudah ada sebelum agama Hindu masuk ke Jawa, tepatnya pada abad ke-4 Masehi.
Munculnya kuliner ini merupakan hasil dari kreativitas masyarakat setempat. Kemudian, jenang selalu disajikan dalam acara-acara penting.
Mulai dari perayaan ulang tahun kota, hajatan pernikahan, selamat ibu hamil, bayi baru lahir, acara keagamaan, dan lainnya.
2. Filosofi jenang
Tak hanya sekadar untuk dikonsumsi, jenang juga memiliki filosofi yang mendalam. Hal ini dipercaya oleh masyarakat Jawa sejak zaman Walisongo.
Jenang disimbolkan sebagai rasa syukur kepada Tuhan. Tak hanya itu, jenang juga melambangkan doa, persatuan, harapan, dan semangat masyarakat Jawa.
Jenang memiliki makna yang berbeda-beda tergantung dengan jenisnya. Dikutip dari ANTARA (23/02/14) di Jawa sendiri terdapat 17 jenis jenang.
Simak Video "Video Siswa soal MBG Beras Dibagikan Seminggu Sekali: Cuma Cukup 2 Hari"
(raf/odi)