Di Kelapa Gading ada pedagang martabak yang sudah beroperasi lebih dari 4 dekade. Berawal dari gerobak sederhana hingga akhirnya punya bangunan sendiri.
Jatuh bangun mempertahankan sebuah bisnis yang dijalani dari nol bukan hal yang mudah. Perlu mental yang kuat dan semangat berjuang tak pantang menyerah.
Banyak tempat makan legendaris yang berhasil bertahan dari tahun ke tahun akibat kegigihan pemilik bisnisnya. Salah satunya sebuah toko martabak di kawasan Kelapa Gading yang kini telah memasuki dekade kelimanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai eksperimen dilakukan untuk tetap menjaga kualitas martabak manis khas Bangka yang maksimal kualitas rasanya. Menyambangi Martabak Bong Ngian (11/10), detikfood berbincang dengan pengelola tentang perjalanan toko martabak legendaris ini.
![]() |
Thomas, anak pemilik Martabak Bong Ngian menyebut awalnya orang tuanya hanya berjualan pukis. Menggunakan gerobak dorong sederhana, pukis yang lembut dan renyah bagian luarnya dijajakan di kawasan Kota, Jakarta Barat.
Sekitar tahun 1982 Bong Ngian mulai menyewa sebuah ruko yang berada di Jalan Summagung III, Blok K1 No.12, Jakarta Utara. Di sini Bong Ngian mulai meracik martabak manis khas Bangka yang resepnya dibuat dan dikembangkan sendiri.
"Awalnya hanya jualan pukis pakai gerobak di daerah Kota. Sampai akhirnya (orang tua saya) punya tempat di sini dan di sini baru ada martabak manis. Pas awal juga cuma ada dua rasa, campur yang isinya cokelat kacang wijen dan keju saja," ungkap Thomas kepada detikfood.
Bong Ngian yang kini telah memasuki usia 68 tahun juga dikatakan Thomas masih aktif mengelola toko martabaknya. Ia masih memantau kondisi toko, proses pembuatan martabak, bahkan ketika berbelanja ke pasar untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan utama.
Bong Ngian yang awalnya berjualan seorang diri kini mulai dibantu anaknya sehingga bisnisnya sudah memasuki generasi kedua. Thomas juga tak menampik banyak percobaan yang dilakukan untuk tetap mempertahankan kualitas martabak di sana.
![]() |
Walaupun sebagai penjual yang legendaris tetapi Thomas mengakui kesulitan yang dihadapi pasca pandemi. Sejak pandemi mulai mereda ia menyebut penurunan penjualan mulai terasa.
Uniknya martabak ini justru lebih laris saat pandemi, setiap harinya mereka dapat menjual 200-300 kilogram adonan tepung martabak per hari. Sedangkan pasca pandemi ia hanya dapat menghabiskan 100-150 kilogram saja.
Thomas merasa terbantu dengan kehadiran aplikasi ojek online untuk membantu melariskan dagangannya. Ia menyebut mayoritas pesanan yang masuk datang melalui aplikasi ojek online.
Seolah memberikan bukti nyata atas pernyataan Thomas, ketika disambangi oleh detikfood terlihat antrean pengemudi ojek online yang mulai berdatangan padahal saat itu masih pukul 15.00 WIB.
Thomas mensyukuri peningkatan penjualan martabak yang kian hari kian membaik. Ia bilang tak ada harapan lain selain bisnis martabak ayahnya terus bertahan dan berjalan tanpa hambatan.
(dfl/adr)