Steak Daging Dry Aged Sedang Populer, Apa Bedanya dengan Daging Biasa?

Steak Daging Dry Aged Sedang Populer, Apa Bedanya dengan Daging Biasa?

Atiqa Rana - detikFood
Selasa, 19 Sep 2023 11:00 WIB
MLA
Foto: Detikcom / Atiqa Rana
Jakarta -

Banyak restoran menawarkan hidangan steak yang diolah dari daging dry aged. Olahan steak ini diklaim punya rasa lebih baik. Lantas, apa bedanya dengan daging biasa?

Belakangan ini, sejumlah restoran steak tidak hanya menawarkan hidangan steak yang dibuat dari daging biasa, tapi juga menggunakan daging dry aged.

Daging dry aged terkenal dengan cita rasa berbeda. Pasalnya, daging ini perlu diproses lebih lama sebelum diolah menjadi suatu hidangan. Steak yang diolah dari daging dry aged terkenal punya tekstur lebih empuk dengan rasa daging yang lebih kuat. Rasa dan tekstur seperti ini kerap dicari oleh sebagian orang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun begitu, olahan steak dari daging dry aged mungkin masih belum terlalu familiar untuk masyarakat Indonesia. Pada (14/09), tim detikFood bertemu dengan chef Stefu Santoso pada acara Aussie Beef Mates. Di sana, chef Stefu menjelaskan beberapa hal terkait perbedaan daging dry aged dan daging biasa. Berikut penjelasannya.

1. Teknik aging

daging babiTeknik aging daging membuat daging menjad lebih rileks dan empuk. Foto: Shutterstock/Getty Images

Faktor kelezatan hidangan steak bukan hanya pada penambahan bumbu, melainkan juga berdasarkan kualitas daging dan teknik memasaknya. Selain memilih daging berkualitas tinggi, perhatikan juga cara menyimpan daging tersebut.

ADVERTISEMENT

Belakangan ini, banyak restoran berkelas menawarkan hidangan steak dengan daging yang sudah melalui proses dry aging. Namun, tidak semua orang mungkin mengerti dengan benar proses aging tersebut.

Dalam acara Aussie Beef Mates di Privy, The Dharmawangsa Square, chef Stefu Santoso pun menjelaskan teknik aging secara lebih dalam. Pada dasarnya, aging atau pelayuan merupakan teknik membuat daging lebih rileks.

MLAChef Stefu bersama chef Jonathan menunjukkan perbedaan daging dry aging dan yang biasa. Foto: Detikcom / Atiqa Rana

Menurut chef Stefu, daging yang habis dipotong biasanya tidak bisa langsung dikonsumsi. Butuh waktu beberapa hari agar daging lebih lentur, otot-ototnya juga menjadi lebih rilkes. Nantinya setelah diolah, daging itu menghasilkan tekstur yang lebih lembut.

"Didiamkan supaya jadi lentur. Kan sapi kalau sudah dipotong pasti ada efek kejutnya. Uratnya jadi tegang. Nah, dia butuh waktu beberapa lama supaya dia lebih rileks ototnya dan juga memberi kesempatan kepada enzim, yang terdapat di dalam daging sapi itu untuk bekerja. Sehingga membuat daging menjadi lebih empuk," jelas chef Stefu.

2. Proses wet aging

Daging Wet Aging dan Dry AgingDaging Wet Aging diproses dengan cara memvakum daging yang sudah dipotong dan menyimpannya dalam waktu tertentu. Foto: detikfood

Sebenarnya ada dua proses teknik aging, yaitu wet aging dan dry aging. Keduanya pun melalui proses 'pelayuan' yang cukup berbeda.

Wet aging merupakan teknik dimana daging yang sudah dipotong per bagian, mulai dari sirloin hingga tenderloin, dimasukkan ke dalam plastik dan divakum. Setelah divakum, daging ini kemudian akan didiamkan.

Chef Stefu Santoso menjelaskan waktu umur simpannya minimal 21 hari setelah daging dipotong. Setelah 21 hari didiamkan dalam keadaan divakum, daging akan mendapat tingkat kelembutan yang maksimum daripada daging itu sendiri.

"Setelah 21 hari daging dipotong, itu akan mendapat tingkat tenderness yang maksimum daripada daging itu. Karena masing-masing punya kondisi berbeda. Waktu penyimpanan ini untuk mencapai tingkat tendernes maksimum daripada kualitas daging," jelas chef Stefu.

Teknik dry aging yang dijelaskan chef Stefu bisa dilihat pada halaman selanjutnya!

3. Teknik dry aging

Daging Wet Aging dan Dry AgingSedangkan teknik dry aging membuat daging aroma nya lebih intens. Foto: detikfood

Teknik dry aging merupakan salah satu yang populer. Daging yang telah melalui proses dry aging kerap ditawarkan banyak restoran.

Proses dry aging membuat daging yang sudah dipotong kemudian digantung dalam mesin khusus. Suhu dan alirannya juga sudah disesuaikan, kurang lebih 1 - 2 derajat Celcius, ujar chef Stefu.

Daging yang telah diproses dengan cara dry aged menghasilkan tekstur daging lebih empuk. Lebih lanjut chef Stefu menjelaskan, daging yang diproses dengan cara dry aged membuat rasa 'daging' nya lebih kuat. Aromanya pun lebih menonjol.

Bagi sebagaian orang Indonesia, aroma daging yang kuat seperti ini mungkin membuat kurang nyaman, Namun, menurut chef Stefu, daging seperi ini justru yang lebih disukai orang asing.

Chef Stefu mengungkap, "Karena orang Eropa dan Amerika, lebih suka aroma yang ntural. itu sebenarnya harapan dari proses dry aged."

Baik daging biasa maupun daging dry aged keduanya bisa menghasilkan rasa dan tekstur yang enak, asalkan memang daging yang dipllih berkualitas. Cara mengolahnya pun harus diprehatikan.

Kalau memang suka daging lebih empuk dan aroma dagingnya lebih kuat, bisa memilih daging steak yang telah melalui proses dry aged. Sedangkan, jika mau daging yang aroma sapinya tidak begitu kuat, bisa memilih daging biasa.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Memasak Striploin Steak Bersama Veronica Tan"
[Gambas:Video 20detik]
(aqr/adr)

Hide Ads