Budaya uang tip di beberapa negara seringkali mengganggu para pelanggan. Sebagai pengantar makanan, pria ini angkat bicara soal budaya uang tip.
Uang tip dianggap sebagai salah satu apresiasi yang diharapkan oleh pengantar makanan. Sayangnya tidak sedikit pengantar makanan yang terlalu menekankan uang tip sebagai bayaran jasanya.
Banyak kasus pengantar makanan tega menelantarkan pesanan pelanggan karena tidak diberikan uang tip sesuai yang diharapkan. Tetapi seorang pengantar makanan menyampaikan pendapat yang berbeda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia justru melihat bahwa pemberian uang tip dari pelanggan bukan sebuah keharusan. Pria ini mengaku tak pernah menggantungkan pendapatannya pada uang tip.
![]() |
Brendan Madden, yang sehari-hari bekerja sebagai pengantar makanan, mengaku memiliki pendapat berbeda tentang pemberian uang tip. Dilaporkan oleh CNBC Make It (10/7) Madden memiliki pendapatan tetap Rp 78.000 per jam.
Lebih lanjut, Madden menjelaskan ia akan menerima bonus sebesar Rp 22.000 untuk setiap pengantaran yang dilakukan. Jika membandingkan dengan upah minimum di New Jersey, Amerika Serikat, tentu pendapatan Madden jauh di bawah standar.
Upah minimum di kota asalnya mencapai Rp 211.000 sedangkan pendapatannya tidak mencapai setengah dari batas upah minimum. Madden menyebut dirinya harus bekerja selama 30-40 jam per minggu demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tetapi walaupun merasa pendapatannya kecil Madden sama sekali tidak pernah berharap pada uang tip dari pelanggannya. Ia memegang prinsip bahwa uang tip akan datang dari pelanggan yang bermurah hati dan menghargai pekerjaannya.
![]() |
"Mengharapkan sistem pemberian uang tip bukan hal yang adil untuk membayar pekerja. Aku tidak pernah menganggap uang tip sebagai bagian dari pendapatan tetapku," kata Madden.
Madden juga mengatakan tidak terlalu ambil pusing soal pendapatan dalam bentuk uang. Ia hanya bisa memberikan pekerjaan terbaik sehingga pelanggannya puas dan mengapresiasi dengan uang tip.
"Jika penetapan minimal uang tip dilakukan juga tidak efektif. Misalnya, pizza seharga Rp 3 juta dengan uang tip Rp 300.000 itu tidak sepadan kecuali dengan perhitungan 5 tahun yang lalu," jelas Madden.
Madden mengingatkan para pengantar makanan untuk tidak selalu memikirkan soal uang tip. Hal ini lantaran pertimbangan yang hanya merujuk pada uang tip justru merugikan pihak pengantar makanan maupun pelanggan.
(dfl/odi)