Sopi merupakan minuman tradisional khas Nusa Tenggara Timur yang kerap hadir dalam berbagai acara. Di Wini, tak hanya menjadi minuman wajib pada upacara adat, sopi juga menjadi minuman perdamaian atau persahabatan.
Salah seorang pemasak sekaligus penjual sopi di Wini, Adrianus Tikneon bahkan mengatakan tuak khas NTT ini sangatlah dekat dengan masyarakat di sana. Saking dekatnya, minuman ini juga sering disajikan sebagai hidangan untuk menerima tamu.
"Sopi itu kan lekat dengan masyarakat dan dekat. Itu karena biasanya di sini ada acara adat dan syukuran seperti wisuda dan nikah itu biasanya penerimaan tamunya menggunakan tuak atau sopi ini, itu biasanya untuk menjalin persahabatan atau penerimaan tamu," ujar pria yang akrab disapa Roni ini kepada detikcom baru-baru ini.
"Pokoknya intinya kalau ada baru masuk sini sebenarnya bukan kopi yang kita suguhkan tapi sopi ini yang kita kasih karena khas. Di sini minumnya juga pakai satu gelas satu aja, jadi gelasnya satu aja jadi kita keliling aja. Jadi saya minum, saya tuang lagi dan kita puterin. Jadi gelasnya satu terus kita puter. Itu jadi tanda kebersamaan yang ada di antara kita," paparnya.
Tak hanya itu, Roni menyebut sopi juga berkhasiat untuk menyegarkan badan hingga menghilangkan rasa lelah.
"Selain itu, sopi orang sini bilang sebagai bakar lemak. Kalau kerja terlalu capek, minum sopi kepala sedikit bisa langsung menghilangkan rasa capek atau lega sedikit tambah fit, obat kuatlah istilahnya setelah kerja keras minum itu jadi tidurnya nyaman," ungkapnya.
Roni menjelaskan di Wini masyarakat di sana umumnya masih membuat sopi dengan cara tradisional. Sebelum dimasak, kata Roni, buah lontar yang menjadi bahan utama pembuatan sopi ini ditampung dahulu di sebuah wadah besar yang disebut 'kumbang'.
"Kalau untuk pembuatan sopinya yang pertama diambil dari pohonnya, yaitu buah lontar lalu nanti dibawa ke rumah diangkut pakai motor lalu ditampung di sebuah kumbang selama 1 hari. Di dalamnya itu dicampurkan oleh beberapa jenis campuran seperti akar kayu atau kulit kayu setelah itu dipindahkan ke drum dan lalu dimasak dan setelah itu saya ambil uapnya," katanya.
Lebih lanjut, Roni mengatakan untuk 1 botol besar berukuran 1,5 liter, diperlukan waktu 2 jam untuk membuat sopi.
"Biasanya untuk 1 botol besar butuh waktu 2 jam untuk memprosesnya, dan kalau botol kecil itu butuhnya 1 jam. Untuk bahannya itu biasanya laru, nanti dimasukan ke dalam drum (tong), lalu nyalain dimasak, kemudian nanti uapnya itu yang dimasukan ke dalam botol," paparnya.
Dalam proses pembuatan sopi, dilakukan proses fermentasi dengan menggunakan sirih hutan. Roni menyebut bahan ini digunakan untuk membuat cita rasa sopi semakin terasa. Biasanya, tetesan pertama sopi, atau yang biasa disebut 'sopi kepala', merupakan tetesan yang lebih terasa alkoholnya.
"Untuk fermentasinya biasanya pakai akar sirih hutan. Sopi ini terkenal dengan tetesan pertamanya yang punya rasa keras. Tetesan pertama itu yang dinamakan (sopi) kepala. Kalau yang setelah-setelahnya itu orang biasanya bilang sopi kaki. Dari segi rasa itu yang kepala alkohol 50% kalo yang kaki paling sekitar 20%," katanya.
Karena rasanya yang berbeda, Roni menyebut sopi kepala dan sopi kaki juga dijual dengan harga yang beda. Adapun harga untuk sopi kepala satu botol kecil berukuran 600 ml itu Rp 50,000, sedangkan sopi kaki dijual Rp 15.000. Sementara untuk botol besar 1.500 ml dijual Rp 100.000, untuk sopi kepala dan Rp 30.000 untuk sopi. Roni menjelaskan biasanya sopi banyak dibeli jika ada acara adat. Bahkan, menjelang acara adat Roni bisa menjual hingga 40 botol besar.
"Ketika ada acara adat juga biasanya banyak yang pesan sopi ini, biasanya kalau ada mendekati banyak acara itu dipesan 1 jeriken 350 liter kita jual itu bisa sampai 5 jeriken. 1 jeriken bisa 8 botol gede. Jadi tinggal dihitung saja Rp 50 ribu dikalikan 8, lalu dikali 5. Jadi kita bisa dapatkan pendapatan Rp 2 juta," katanya
Dalam menjalani usaha sopi milik keluarganya ini, Roni mengaku dirinya terbantu lewat bantuan pinjaman KUR dari BRI. Adapun bantuan ini ia gunakan untuk membeli perlengkapan masak seperti drum (tong) dan jerikan, hingga membeli ternak.
"Kita kemarin pinjam BRI Rp 5 juta untuk mengembangkan usaha beli perlengkapan memasak (sopi) dan sebagian saya belikan untuk ternak sapi, babi, kambing. Pastinya (karena) bantuan itu, saya bersyukur karena dapat membeli bahan untuk usaha saya, dan (usaha saya) bisa berkembang setelah meminjam uang. Saya berharap usaha saya ini terus berkembang dan suatu saat saya bisa meminjam lagi untuk mengembangkan usaha," tutupnya.
Sebagai informasi, detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
Simak Video "Cerita Agen Bank di Ujung Negeri, Raup Penghasilan hingga Puluhan Juta Perbulan"
[Gambas:Video 20detik]
(akn/ega)