Meskipun bukan berasal dari Indonesia, makanan ini digemari mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Sereal yang biasa jadi menu sarapan ternyata memiliki titik kritis halal.
Rasanya yang manis gurih serta bertekstur renyah menjadikan sereal disukai banyak orang. Apalagi jika dipadukan dengan susu segar, menu ini bisa jadi pilihan sarapan bergizi yang enak.
Bahan utama untuk membuat sereal biasanya tepung dan gula. Kemudian diberi tambahan pewarna dan perasa makanan. Meskipun terlihat sederhana tetapi ternyata sereal ini juga berpotensi menjadi makanan non-halal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari Halal MUI (24/3) beberapa waktu lalu pernah ditemukan produk sereal yang ternyata mengandung DNA babi. Hal ini tentu menyita perhatian, apalagi produk sereal asal Korea Selatan ini dipasarkan di Indonesia.
Atas keresahan ini, pihak LPPOM MUI membeberkan komposisi sereal secara umum agar bisa dipelajari oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat diminta untuk tetap teliti dan berhati-hati sebelum membeli dan mengonsumsi produk makanan.
Bagi orang awam, melihat daftar bahan baku saja tidak cukup menjelaskan status hukum suatu produk. Karena itu sebelum membeli, seorang muslim wajib untuk mengetahui produk sudah memiliki logo Halal MUI dan izin edar. Setelah itu, cek masa kedaluwarsa produk. Inilah cara termudah dalam menyeleksi produk.
Berikut beberapa bahan utama untuk membuat sereal yang perlu diteliti status halalnya:
1. Tepung
Pada dasarnya, tepung termasuk ke dalam kelompok "Bahan Tidak Kritis". Hal ini dikarenakan, produk tepung berasal dari nabati diolah melalui proses fisik tanpa penambahan bahan apa pun.
Namun, kini sudah banyak tepung yang diproduksi dengan penambahan bahan aditif seperti vitamin dengan tujuan meningkatkan nilai gizi. Bahan tambahan inilah yang perlu ditelusuri kehalalannya.
![]() |
2. Gula
Gula pasir perlu melalui beberapa tahapan, mulai dari proses ekstraksi, penjernihan, evaporasi, kristalisasi, hingga pengeringan. Tahapan-tahapan ini berpeluang menggunakan bahan campuran yang menggunakan karbon aktif.
Apabila karbon aktif berasal dari hasil tambang atau arang kayu, maka tidak menjadi masalah. Akan tetapi, apabila menggunakan arang tulang, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariat Islam.
3. Perisa makanan
Menurut Dr. Nancy Dewi Yuliana, dosen Ilmu Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor sekaligus auditor halal LPPOM MUI, ada dua jenis perisa, yakni perisa alami dan artifisial. Perisa buah alami umumnya berasal dari bahan nabati dan melalui proses pengolahan secara fisik, misalnya melalui pengepresan tanpa penambahan bahan lain. Maka bisa dikatakan perisa alami yang diolah seperti ini termasuk bahan tidak kritis.
"Sedangkan perisa sintetik lebih kompleks dan dari segi kehalalan pun bisa termasuk kategori bahan kritis. Meski dari nama tampaknya aman, karena flavour buah, namun terkadang ditemui juga bahan penyusun flavour buah sintetik yang merupakan turunan lemak," jelas Nancy.
Turunan lemak inilah yang harus ditelusuri asalnya. Apabila lemak berasal dari hewan haram, seperti babi, maka sudah dapat dipastikan haram. Namun, apabila lemak berasal dari hewan halal, maka harus dipastikan cara penyembelihan sesuai dengan syariah Islam.
4. Pewarna makanan
Saat ini, pewarna makanan semakin berkembang, ada yang dibuat dari bahan sintetis (buatan) dan natural (alami). Pewarna sintetis disukai produsen makanan karena memiliki tingkat kestabilan warna yang cukup baik serta harga yang relatif murah.
Sementara itu, pewarna alami biasanya bersifat kurang stabil. Proses pembuatan pewarna alami pun terbilang sulit dan membutuhkan banyak bahan. Untuk menghindari kerusakan warna dari pengaruh suhu, cahaya, serta pengaruh lingkungan lainnya, maka sering kali pewarna jenis ini ditambahkan pelapis melalui proses micro-encapsulation. Salah satu jenis pelapis yang sering dipakai adalah gelatin.
"Beberapa pewarna berbahan alami menggunakan gelatin sebagai penstabil. Dalam hal ini, sumber gelatin harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syar'i," papar Ir. Muti Arintawati, M.Si., Wakil Direktur LPPOM MUI.
![]() |
5. Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral dapat berasal dari berbagai sumber seperti dari hewani, mikrobial, nabati, atau sintetis. Apabila berasal dari hewan, maka harus berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariah.
Jika vitamin berasal dari mikrobial, media pertumbuhannya perlu diperhatikan harus terbebas dari unsur najis. Bahan penolong dan bahan tambahan untuk menjaga vitamin agar tetap stabil juga diperlukan, misalnya pelapis yang biasanya terbuat dari gelatin.
6. Minyak Nabati
Dalam proses pembuatan sereal, minyak nabati memerlukan bahan penolong, seperti asam sitrat. Asam sitrat adalah produk mikrobial yang harus diperhatikan media pertumbuhannya terbebas dari najis. Sedangkan sumber bahan dekolorisasi bisa berasal dari arang aktif, seperti kayu, batubara, atau tulang.
7. Marshmallow
Beberapa sereal dilengkapi dengan marshmallow, bahan inilah yang terbilang paling tinggi titik kritis kehalalalannya. Untuk membuat marshmallow diperlukan gelatin yang umumnya dibuat dari tulang maupun kulit hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, ikan, juga babi.
"Gelatin itu merupakan salah satu bahan yang kritis dari sisi kehalalannya bagi umat muslim. Karena hampir semua produk gelatin itu diimpor dari luar negeri. Padahal ia banyak digunakan untuk berbagai macam produk konsumsi sehari-hari," tutur Ir. Muti Arintawati, M.Si., Direktur Audit Halal LPPOM MUI.
Simak Video "Video LPPOM MUI: 'No Pork No Lard' Tak Jadi Jaminan Halal"
[Gambas:Video 20detik]
(dvs/odi)