Pandemi COVID-19 memukul banyak sektor usaha di Indonesia, tak terkecuali usaha makanan dan minuman. Dampak perubahan akibat pandemi ini juga terasa pada bisnis kedai kopi lokal di sejumlah daerah.
Adanya aturan pembatasan aktivitas membuat kedai kopi menjadi sepi. Padahal biasanya kedai kopi menjadi tempat untuk berkumpul dan bercengkrama. Kondisi ini juga dirasakan oleh Pemilik Kedai Setitik Kopi, Anthony Gunawan.
Selama pandemi, Anthony terpaksa menutup fasilitas dine-in di kedai kopinya yang berlokasi di daerah Kosambi, Tangerang, Banten. Hal ini pun berimbas terhadap penjualan kopi yang menurun drastis. Menurutnya, sebelum pandemi usahanya bisa menjual hingga 4.000 cup kopi setiap bulan. Namun jumlah tersebut turun menjadi 1.000 cup di masa pandemi COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pandemi sangat berdampak pada usaha saya, karena kedai kopi saya menyediakan wifi dan tempat duduk serta AC, pandemi ditambah PSBB dan PPKM membuat saya menutup fasilitas dine-in sehingga omzet berkurang 80-90%," katanya kepada detikcom.
Dikatakan Anthony, saat ini ia hanya bisa mengantongi omzet Rp 40 juta per bulannya. Padahal, di masa sebelum pandemi omzet yang diraup dari usaha setitik kopi bisa mencapai Rp 100 juta setiap bulan. Namun hal tersebut tidak lantas membuat Anthony terpuruk. Alih-alih meratapi kondisi, ia pilih bangkit dengan mengoptimalkan strategi promosi via online agar bisnisnya tetap bertahan.
"Strategi yang diterapkan selama pandemi adalah menggencarkan bisnis online delivery and ordering (GoFood,GrabFood,ShopeeFood) dan menggencarkan promosi di media sosial, terutama Instagram. Membuat IG Feed dan Story yang menarik, serta promosi diskon harga dan paket untuk customer setia," jelasnya.
![]() |
Dia mengungkapkan, usaha kedai kopinya telah berdiri sejak 5 tahun lalu dengan fokus menjual produk yang diolah dari biji kopi lokal Indonesia. Di tahun 2017, Anthony yang membagikan kopi secara gratisan ke tetangga. Ternyata, kopi buatannya banyak disukai, dan menjadi awal mula berkembangnya bisnis coffee shop yang kini ia geluti.
"Di tahun tersebut ayah saya sebagai tulang punggung keluarga meninggal, sehingga saya harus memutar otak untuk menghidupi saya dan ibu saya. Sambil berpikir usaha apa yang akan dijalankan, saya suka menyeduh kopi lokal di rumah dan memberikan kepada tetangga secara gratis. Mereka merasa cocok dengan seduhan saya, sehingga akhirnya ada yang memesan 1-2 botol," jelasnya.
Perlahan namun pasti, kopi buatan Anthony semakin dikenal, berkat promosi yang dilakukan dari mulut ke mulut. Hingga akhirnya, dia pun nekat untuk merombak rumah dengan modal seadanya untuk dijadikan cafe kecil-kecilan.
"Ada beberapa tetangga yang meminta agar dibuatkan tempat duduk agar para tetangga dapat berkumpul di tempat saya. Dengan bermodalkan Rp 10 juta, saya melakukan renovasi kecil-kecilan dengan ukuran ruangan 2x5 m dan hanya 2 tempat duduk," papar dia.
"Pembukaan ini saya lakukan dengan modal nekat karena sebelumnya tempat makan/minum di daerah saya masih sepi. Setelah saya membuka tempat 2x5 m tersebut, respons tetangga sangat positif sehingga mulai bermunculan kedai kopi lain di daerah sekitar saya. Saya bangga dan senang karena menjadi pelopor kedai kopi yang menjual kopi lokal dari bean to cup di daerah saya," lanjutnya.
Guna mendorong agar bisnisnya semakin maju dan berkembang, Anthony aktif mengikuti program pelatihan seperti program Kembangkan Bisnis Kulinermu dari detikcom dan Kraft Heinz Food Service. Tujuannya untuk mendapatkan insight baru seputar cara melakukan pengembangan menu-menu baru supaya konsumen tidak bosan.
"Saya saat ini terus melakukan inovasi dan development untuk menu-menu baru terutama makanan. Saya mengikuti live streaming detikcom x Kraft Heinz dan senang karena mendapat inspirasi kreasi menu makanan.Harapannya adalah menemukan inovasi dan kreasi masakan baru yang dapat diterima semua kalangan," pungkasnya.
(prf/ega)