Setiap daerah di Indonesia memiliki makanan tradisional. Bukan hanya sekadar makanan saja, tetapi juga memiliki makna dan filosofi yang mendalam.
Masyarakat Jawa pasti sudah tak asing lagi dengan jenang. Kuliner tradisional tersebut sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Budha. Menariknya, kuliner jenang masih eksis hingga sekarang.
Itu karena jenang dipercaya oleh masyarakat Jawa memiliki makna dan filosofi yang mendalam. Hal tersebut pernah dijelaskan oleh Chef Wira Hardiansyah dalam unggahan di Instagramnya yang telah dikonfirmasi detikFood (12/05).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka tak heran, jenang sering disajikan dalam acara-acara hajatan atau keagamaan. Jenang sendiri memiliki banyak jenis sekitar 17. Masing-masing jenang tersebut memiliki varian dan makna tersendiri.
Berikut 4 fakta menarik tentang jenang yang sarat akan makna:
1. Sejarah Jenang
![]() |
Jenang merupakan makanan tradisional khas Jawa. Chef Wira Hardiansyah, jenang sudah ada sebelum agama Hindu masuk ke Jawa pada abad ke-4 Masehi.
Makanan yang satu ini terbuat dari tepung beras dan tepung ketan. Bahan-bahan tersebut kemudian dimasak dengan campuran santan, gula merah atau gula pasir.
Kehadiran jenang diyakini muncul dari kreativitas masyarakat setempat. Uniknya lagi, jenang selalu disajikan dalam acara-acara penting.
Mulai dari hajatan pernikahan, selamatan ibu hamil, bayi baru lahir atau acara keagamaan lainnya. Acara-acara tersebut memang tidak pernah terlepas dari kehadiran jenang.
Baca Juga : Pulang Kampung ke Jawa Tengah Bisa Jajan Jenang hingga Brem Enak
2. Filosofi Jenang
![]() |
Jenang bukan hanya sekadar makanan yang habis dikonsumsi, melainkan memiliki simbol-simbol yang penuh akan makna. Hal tersebut dipercaya oleh masyarakat Jawa sejak zaman Walisongo.
"Simbol-simbol penuh makna yang berperan sebagai pengingat nilai-nilai religiusitas bagi masyarakat Jawa atau tuntunan kehidupan untuk selalu ingat kepadanya," tulis Wira dalam captionya (05/04).
Jenang disimbolkan sebagai rasa syukur kepada tuhan. Selain itu, jenang juga melambangkan doa, persatuan, harapan dan semangat masyarakat Jawa.
Sementara itu, jenang memiliki makna yang berbeda-beda tergantung dengan jenisnya. Sebab di Jawa terdapat beraneka ragam jenang. Mengutip dari ANTARA (23/02/14) jenang memiliki sekitar 17 jenis.
3. Jenis-jenis Jenang
![]() |
Salah satu jenis jenang yang populer ada jenang sumsum. Melansir dari situs Good News From Indonesia (19/02/16) jenis jenang ini terbuat dari beras putih yang dicampur dengan beras ketan putih di atasnya.
Warnanya yang putih diyakini sebagai simbol kebersihan hati dan kesejahteraan. Biasanya jenang ii disuguhkan dalam acara pernikahan karena dipercaya akan mendatangkan kesehatan, berkah dan kekuatan bagi pasangan.
Kemudian ada jenang procotan yang biasanya disajikan di acara selamatan ibu hamil atau tujuh bulanan. Jenang ini diyakini sebagai simbol keselamatan dan kelancaran ibu hamil.
Ada jenang abang yang sama seperti jenang sumsum tetapi diberi gula merah. Toppingnya berupa kelapa yang diparut. Jenis jenang ini umumnya disuguhkan saat penyambutan bulan baru kalender Jawa karena menyimbolkan rasa syukur.
Selain itu, masih banyak lagi jenis jenang yang dengan berbagai varian dan memiliki makna berbeda-beda. Mulai dari jenang pati, lahan, ngangrang, taming, lemu, koloh, katul, warni empat, grendul dan masih banyak lagi.
4. Tercatat Dalam Kitab Kuno
![]() |
Sejarah dan asal-usul tentang jenang juga tercatat dalam kitab kuno. Melansir dari Tempo.co Sejarawan dari Universitas Sanata Dharma Heri Priyatmoko menemukannya dalam Serat Lubdaka karya Empu Tanakung.
Salah satu kitab kuno yang membahas lengkap tentang kenang adalah Serat Tatacara yang ditulis oleh Ki Padmasusastra sekitar tahun 1893. Heri mengatakan bahwa kitab tersebut berisi dokumentasi jenis, bahan dna penggunaan jenang dalam tradisi masyarakat.
Beberapa Sejarawan lainnya mengatakan bahwa jenang tidak pernah disajikan dalam acara kematian. Karenanya jenang disebut sebagai simbol sebuah kehidupan.
Baca Juga : Jenang Mubarok, Dodol Khas Kudus Dikenal Sejak 110 Tahun Lalu