Kuliner Jawa, khususnya Jawa Tengah, identik dengan rasa manis. Ternyata hal ini dipengaruhi sejarah ketika Belanda melakukan sistem tanam paksa di Jawa.
Menyebut kuliner Jawa seperti gudeg, selat Solo, hingga sate kambing berbumbu kecap, semuanya termasuk makanan manis. Begitu juga dengan beragam jajan pasar di Jawa yang identik dengan rasa manis.
Ciri khas rasa manis pada kuliner Jawa ternyata berkaitan erat dengan sejarah di masa lampau. Dikutip dari Good News From Indonesia (27/2) atas seizin mereka, sejarah tersebut diceritakan dalam buku berjudul Antropologi Kuliner Nusantara: Ekonomi, Politik, dan Sejarah di Belakang Bumbu Makanan Nusantara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada masa kolonialisme dulu, ketika Indonesia dijajah Belanda sekitar tahun 1830, terdapat banyak suplai gula di Jawa. Alasan ini juga diperkuat dari keterangan dalam buku Semerbak Bunga di Bandung Raya karya Haryoto Kunto yang terbit pada pada 1986.
![]() |
Dikisahkan bahwa Gubernur Jenderal Van der Bosch yang berkuasa di Hindia Belanda (sebutan Indonesia saat itu) menerapkan sistem tanam paksa atau Cultuurstelsel. Tujuannya agar keuangan mereka kembali terisi setelah habis karena perang panjang melawan Pangeran Diponegoro.
Pemerintah Hindia Belanda lantas mewajibkan petani di Jawa menanam tanaman untuk ekspor yang bernilai jual tinggi di pasaran. Komoditas yang dianggap laku adalah tebu, kopi dan teh.
Petani di Jawa Barat diwajibkan menanam teh, sementara petani di Jawa Tengah dan Timur dipaksa menanam tebu. Hal ini terkait kondisi lahan di sana yang ideal untuk menanam tebu.
Baca Juga: 7 Makanan Tradisional Khas Jawa yang Cocok Disajikan saat HUT RI ke-75
![]() |
Sistem tanam paksa ini berlangsung selama kurang lebih 9 tahun dimana 70% sawah diubah menjadi perkebunan tebu. Dampaknya, muncul pula ratusan pabrik gula di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mengolah produksi tebu.
Bisa dibilang Belanda melakukan eksploitasi berlebihan pada orang Jawa kala itu. Hingga akhirnya mereka alami kelaparan dan kesulitan memenuhi kebutuhan pangan karena lahannya habis.
Krisis pangan ini terjadi sekitar tahun 1830-1870-an. Dalam menghadapinya, orang Jawa terbilang tangguh. Mereka mengolah tebu sedemikian rupa untuk bertahan hidup.
![]() |
Semua olahan masakan akhirnya dibuat dengan air perasan tebu sehingga orang Jawa sangat akrab dengan rasa manis. Hasilnya, sampai sekarang kuliner Jawa identik dengan rasa manis yang amat legit.
Bahkan ada yang menyebut kalau sambal di Jawa pun terasa manis, meskipun hal ini tidak bisa digeneralisasi. Itu tadi alasan dari sisi sejarah mengapa kuliner Jawa identik dengan rasa manis.
Baca Juga: 10 Makanan Khas Jawa Timur dengan Nama Unik, Sudah Pernah Coba?
(adr/odi)