Dalam momen hari besar seperti Natal, masyarakat nasrani di Bali punya tradisi ngejot. Mereka saling mengantar makanan pada saudara atau tetangga.
Pulau Dewata dikenal dengan toleransi beragama yang sangat kental. Masyarakatnya sangat menghormati perbedaan agama. Ketika Natal misalnya, masyarakat akan saling mengantar makanan.
Tradisi ngejot sudah dilakukan secara turun temurun. Antar-antaran makanan kepada keluarga dan tetangga ini sebagai ungkapan terima kasih. Umumnya tradisi ini dilakukan umat Hindu dan Islam, namun kini juga dilakukan jelang Natal oleh umat Kristen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Makanan yang dibagikan bermacam-macam dan bisa disesuaikan dengan momen perayaan hari besar. Masyarakat akan menata makanan seperti aneka lauk, kue dan buah-buahan dalam wadah nampan yang kemudian diantarkan ke tetangga terdekat.
Bagi umat Hindu, biasanya makanan yang diantarkan berupa urap, lawar, daging babi dan makanan lain khas Bali. Sementara ketika Lebaran, makanan yang diantarkan ada ketupat dan opor ayam. Demikian juga saat Natal, menunya terdiri dari ayam panggang dan aneka kue manis.
Tradisi ngejot bukan hanya untuk mengikat tali persaudaraan tetapi juga sebagai simbol kerukunan antar umat beragama. Tradisi ngejot masih sering dilakukan, terutama di pedesaan.
![]() |
Khusus saat perayaan Natal, menu yang diantarkan antara lain lauk babi kecap, telur dan sayur. Menu ini diantarkan untuk orang yang merayakan Natal, tapi umat muslim tentunya tidak akan memilih menu babi sebagai makanan ngejot.
Ngejot adalah bentuk berbagi syukur dan bahagia jelang Natal. Di samping itu tradisi ini juga menjaga tali silaturahmi dengan tetangga dan juga kerabat.
Selain ngejot, di Bali juga ada tradisi unik saat Natal. Umat Kristiani akan memasang penjor yakni janur kuning yang dihias cantik. Penjor akan dipasang di depan rumah sebagai tanda kalau pemilik rumah sedang bersukacita merayakan hari besar.
(dvs/odi)