PBB Prediksi 3,2 Miliar Orang Akan Kekurangan Air Bersih Tahun 2050

PBB Prediksi 3,2 Miliar Orang Akan Kekurangan Air Bersih Tahun 2050

Andi Annisa Dwi Rahmawati - detikFood
Jumat, 11 Sep 2020 14:30 WIB
Human hand cupped to catch the fresh water from the river, reflection on water surface.
Foto: iStock
Jakarta -

Dampak pemanasan global semakin nyata. Laporan PBB memperkirakan 3,2 miliar orang di dunia terancam kekurangan pasokan air minum tahun 2050.

Dikutip dari Daily Mail (9/9), laporan Perserikatan Bangsa-bangsa (UN) menunjukkan massa aliran gletser yang menyediakan air minum bagi puluhan juta orang terus berkurang. Hal ini berdampak pada kelangkaan air. Kondisi terburuknya akan terjadi akhir abad ini dan kemudian akan terus menurun.

Menurut laporan itu pula, jumlah orang yang tinggal di tempat dengan kondisi air langka akan meningkat hampir 60 persen dalam kurun 30 tahun ke depan. Sementara itu Organisasi Meteorologi Dunia yang baru saja merilis United in Science 2020 mengatakan dalam satu dekade terakhir, bumi telah mencapai rekor iklim terpanas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres menyebut gangguan iklim terus berlanjut. Ia juga mengakui 2020 adalah tahun dengan kondisi-kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Terjadi 'rekor panas, kehilangan es, kebakaran hutan, banjir, dan kekeringan' di banyak tempat.

Seorang warga mengembala ternaknya di lahan pertanian yang kering di Desa Lulut, Nambo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/9/2020). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) mencatat bencana kekeringan mulai terjadi di sejumlah wilayah diantaranya Bogor, Indramayu, dan Cirebon. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Baca Juga: Warga Kenya Kini Bisa Menyuling Air Laut Jadi Air Minum

ADVERTISEMENT

"Jelas bahwa kita membutuhkan transisi jangka panjang, inklusif, dan jelas untuk mengatasi krisis iklim dan mencapai pembangunan berkelanjutan," kata Gutteres. Ia menambahkan, "Kita harus mengubah pemulihan dari pandemi menjadi peluang nyata untuk membangun masa depan yang lebih baik."

Laporan United in Science mengungkap perubahan iklim sering kali dirasakan melalui bahaya yang berkaitan dengan air, misalnya kekeringan atau banjir. Seperti diketahui, suhu lebih hangat menyebabkan penurunan gletser dan lapisan es dunia. Kondisi ini mengancam pasokan air bersih.

Ada lebih banyak massa gletser hilang antara tahun 2016 dan 2019 dibandingkan periode lima tahun lainnya sejak 1950. Di Himalaya, misalnya, gletser telah kehilangan massa 14 inci (sekitar 35 cm) setiap tahun sejak 2012.

Beberapa daerah di Eropa Tengah dan kawasan Kaukasus bahkan sudah berada di titik kritis. Dalam satu dekade terakhir, 1,9 miliar orang tinggal di tempat dengan air yang tidak mencukupi. Angka ini diperkirakan akan meledak jadi 3,2 miliar pada tahun 2050.

600 juta penduduk India kekurangan stok air bersih. Kondisi ini merupakan yang terparah sepanjang sejarah.Foto: Reuters.

Kekurangan pasokan air tentu saja berdampak pada banyak hal. Menurut Bank Dunia, produk domestik bruto beberapa negara bisa turun sebanyak 6 persen selama 30 tahun ke depan sebagai akibat dari bencana air.

Negara-negara Timur Tengah seperti Kuwait dan Mesir adalah yang paling terpapar masalah air dan risiko kekeringan, lapor Bloomberg. Di sisi lain, perubahan iklim juga memicu banjir.

Menurut data dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB, permukaan laut akan naik lebih dari tiga kaki (0.9 meter) dalam delapan dekade mendatang. Selain itu, sekitar 1,2 miliar orang saat ini menghadapi risiko banjir, dan jumlahnya akan melonjak menjadi 1,6 miliar pada tahun 2050. Menurut laporan tersebut, Bangladesh, Rwanda dan Vietnam menghadapi risiko banjir tertinggi.

Baca Juga: Perubahan Iklim Membuat 5 Makanan Enak Ini Terancam Punah




(adr/odi)

Hide Ads