4. Mengalami banyak kegagalan
![]() |
Belajar jadi petani, tentu saja Dipa pernah alami kegagalan. Ia mengatakan bahkan sering gagal. "Misal aku nanam cabe, padahal tanahnya asam dan kritis unsur hara. Akhirnya sampai sekarang cabenya ternyata buntet. Di situ belajar kalau tanah yang sehat adalah faktor paling penting dalam budidaya pertanian," katanya memberi contoh.
Dipa juga menyemangati anak-anak muda lain yang ingin jadi petani. Menurutnya sumber daya material seperti lahan, modal awal, dan skala usaha memang penting, namun ada dua aspek lain yang juga amat penting. Keduanya adalah sumber daya pengetahuan dan jaringan atau "network".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai meski mulai dari kecil, semuanya akan lebih mudah jika dilakukan gotong-royong atau bersama-sama. "Belajar bareng2, sewa lahan bareng temen, bagi tugas dari budidaya sampai ke distribusi hasilnya, dan minimal ada temen cerita ketika lelah dan susah," pungkasnya.
5. Tidak perhitungan menjual hasil tani
![]() |
Menariknya, pria yang mengenyam pendidikan Hubungan Internasional (HI) ini tidak mau perhitungan menjual hasil taninya. Misalnya ketika menjual bayam, ia mematok harga Rp 1.500-2.500 saja per ikat.
"Kadang di desa itu penentuan harga didasarkan atas hubungan kerabat dan rasa ga enak, jadinya ya jangan terlalu "perhitungan"," tulisnya. Lalu untuk caisim, Dipa menjual Rp 2.500-3.000 per kg. Ia menjual langsung ke konsumen di kampung sekitar.
Dari berbagai unggahan Dipa di Twitter, terlihat kalau ia tak pelit ilmu. Sering kali ia membagikan tips dan trik dalam bercocok tanam. Dipa bahkan rutin mengunggah foto atau video yang menunjukkan kondisi lahan serta tanamannya.
Baca Juga: Mantan OB Jadi Petani, Sebulan Penghasilannya Rp 15 Juta
Simak Video "Video Siswa soal MBG Beras Dibagikan Seminggu Sekali: Cuma Cukup 2 Hari"
[Gambas:Video 20detik]
(adr/odi)