Bekas Papan Iklan 'Disulap' Jadi Wedangan Lawang Djoendjing

Bekas Papan Iklan 'Disulap' Jadi Wedangan Lawang Djoendjing

Bayu Ardi Isnanto - detikFood
Minggu, 24 Nov 2019 19:00 WIB
Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom
Jakarta - Wedangan kini tak hanya tawarkan makanan dan minuman tapi juga konsep tempat. Seperti Wedangan Lawang Djoendjing yang memanfaatkan daur ulang bekas papan iklan.

Pemiliknya, Hardi Deras, memang memiliki usaha utama di bidang periklanan. Berawal dari membuat galeri periklanan, Hardi lalu mendirikan Wedangan Lawang Djoendjing pada 2017.

"Setelah bikin galeri itu kok ramai, lalu saya bikin wedangan ini. Saat itu memang wedangan modern sedang ngetren," kata Hardi kepada detikcom di Wedangan Lawang Djoendjing, Jalan Gunung Kelud II, Kadipiro, Banjarsari, Solo.
Bekas Papan Iklan 'Disulap' Jadi Wedangan Lawang DjoendjingFoto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konsep daur ulang atau recycle paling terlihat pada kursi dan meja pengunjung. Selain menggunakan bekas papan iklan, sebagian juga menggunakan kayu dari bekas kandang sapi.

"Ada yang bekas neonbox, kandang sapi, rel kereta, usuk, akar. Ini nggak ada pasaran, karena bikin sendiri. Lantai dari bata, ada yang sisa genteng," ujarnya.

Dari luar pun, wedangan di utara Kota Solo itu tampak menarik dengan desain pintunya yang tidak sama tinggi. Nama 'Lawang Djoendjing' dalam bahasa Jawa memang diartikan sebagai pintu yang salah satunya terlihat lebih tinggi.
Bekas Papan Iklan 'Disulap' Jadi Wedangan Lawang DjoendjingFoto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom

"Lawang Djoendjing ini realita di masyarakat. Artinya ialah pintu menuju ke yang lebih tinggi, yaitu menuju kesuksesan," ungkapnya.

Soal makanan dan minuman, wedangan ini tak jauh berbeda dari tempat lain. Hardi memiliki andalan teh Djoendjing, jahe Djoendjing dan sate kere.

Disiapkan juga sederet makanan tradisional ala kampung, seperti tempe, bakwan, jadah, satai. Ada pula nasi yang dibungkus daun pisang.

"Makanan sama saja, hanya kami beri brand, teh Djoendjing dan juga sate kere. Harganya masih terjangkau, teh hangat Rp 3.500," tutup Hardi.
Bekas Papan Iklan 'Disulap' Jadi Wedangan Lawang DjoendjingFoto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom


Jahe Djoendjing merupakan racikan wedang kahe dan rempah. Sementara sate kere merupakan salah satu sajian ikonik Solo. Potongan kecil tempe gembus (tempe dari ampas tahu) yang dibumbu bacem dan ditusuki dengan tusuk sate lalu dibakar. Empuk, manis dan gurih rasanya.
Bekas Papan Iklan 'Disulap' Jadi Wedangan Lawang DjoendjingFoto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom


Wedangan Lawang Djoendjing berlokasi di Gg. Gunung Kelud II No.7, Kadipiro, Banjarsari,Solo. Wedangan ini buka 24 jam. Jadi kapanpun kamu ingin duduk santai menikmati wedang jahe yang hangat semerbak sambil ngemil bisa langsung ke sini.




(bai/odi)

Hide Ads