Warung wedangan banyak ditemui di kota Solo, termasuk di kawasan Solo Baru. Tak jauh dari bundaran, di sisi kiri ada warung Wedangan Mat-matan Pak Item. Buka menjelang maghrib dan di bulan puasa sudah pasti dijejali pelanggan.
Seperti wedangan lain, ada gerobak di bagian tengah warung tenda. Di sisi kanannya ada beberapa meja pendek yang ditaruh di tas gelaran tikar palstik. Warung ini menempati emperan toko yang sudah tutup. Kalau mau nyaman pilih duduk di emperan atas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menemani nasi, kamipun memilih ayam goreng, burung puyuh goreng, sate paru, sate usus, tempe bacem, sambal welut, sate telur puyuh dan tempe goreng. Karena udara sejuk diiringi hujan gerimis maka teh jahepun jadi pilihan minuman hangat.
Seperti umumnya wedangan, lauk-pauk yang dipilih, dicatat dan dipanaskan dulu. Untuk ayam dan burung bisa dibakar atau digoreng. Untuk sate akan dipanggang lagi. Sambil menunggu lauk dipanaskan, segelas teh jahe yang semerbak pun disajikan.
Teh jahe (Rp.4.000) ini menebarkan aroma wangi teh tubruk dan jahe yang segar. Bukan sekedar jahe bubuk atau air jahe tetapi ada sekitar 5 cm jahe segar yang dimemarkan ada di bawah gelas. Diaduk dengan sedikit gula, slruup... sungguh nikmat!
Wah, ternyata nasi putih disajikan dalam satu poris penuh di atas piring. Tidak dalam bentuk bungkusan mungil a la sego kucing. Dilengkapi dengan sepiring lalapan, timun dan kemangi dan sambal bajak dalam mangkuk plus kobokan buat mencuci tangan.
Hmm... ayam kampung gorengnya (Rp.12.000) empuk dengan bumbu yang gurih beraroma bawang. Tidak terlalu kuat tetapi justru makin enak dicocol dengan sambal. Demikian juga dengan sate parunya yang empuk, gurih dan tidak liat. Nasi pulen yang hangat, rasa segar timun dan sambal yang menggigit menambah lahap suapan kami.
Yang unik justru burung puyuh goreng (Rp. 6.000). Burung ini dibelah bagian dadanya dan dilipat ke arah belakang. Ukurannya mungil, lebih kecil dari burung dara. Ah, meskipun sedikit liat dan dagingnya sedikit, rasanya tetap gurih dengan semburat sedikit rasa manis.
Sambal welut (Rp.6.000) atau belut dikemas dalam plastik mungil, berisi 2 ekor belut goreng yang dipotong-potong. Saat akan disajikan digoreng lagi. Rasanya jadi kreyes-krenyes gurih. Belutnya mungil kehitaman karena merupakan belut sawah. Belut ini banyak dihasilkan di kawasan persawahan yang masih banyak di sekitar Surakarta, Delanggu, Klaten dan Boyolali.
O ya, meski tempe bacemnya hitam legam ternyata rasanya tidak terlalu manis. Ah, ini pasti karena diungkep dengan bumbu dan gula aren yang wangi. Apalagi dibuat dari tempe bungkus daun yang mungil kenyal dan padat.
Hirupan teh jahe yang hangat meresap benar-benar jadi penyempurna santapan malam kali ini. Makin terasa nikmat karena untuk santapan sedap tersebut kami hanya perlu membayar Rp.44.000 saja. Untung saja kami tak jadi mampir ke warung susu Boyolali, bisa-bisa tak sanggup berdiri karena kekenyangan!
Wedangan Mat-matan Pak Item
Solo Baru (200 meter dari bunderan di sisi kiri)
Solo
(flo/odi)