Kecintaan seseorang terhadap burger kadang harus terhalang aspek kesehatan atau lingkungan. Sebab penggunaan daging sapi sebagai bahan utama patty burger menyisakan banyak hal. Dari sisi kesehatan, misalnya, mereka yang hendak kurangi konsumsi daging merah tak mau lagi konsumsi produk turunannya seperti patty burger.
Sementara dari sisi lingkungan, banyak orang mulai menyoroti peternakkan sapi yang berdampak buruk bagi lingkungan. Mulai dari emisi gas rumah kaca sampai banyaknya air yang dibutuhkan dalam proses peternakkan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas seperti apa kisah burger nabati? Bagaimana cara membuat alternatif patty 'daging' yang rasa dan teksturnya menyerupai patty daging asli? detikFood merangkum informasinya seperti berikut.
1. Pencipta burger nabati
Foto: Istimewa
|
Menyebut burger nabati, banyak orang langsung mengaitkannya dengan Impossible Foods yang menciptakan Impossible Burger. Perusahaan startup di San Francisco, Amerika Serikat ini adalah pionir burger nabati. Impossible Foods didirikan mantan ahli kimia di Universitas Stanford, Patrick Brown.
Bersama timnya, Brown sudah mengembangkan burger nabati sejak 2011. Mereka lantas menganalisa molekul daging untuk mengetahui apa yang menciptakan rasa dan aroma daging (patty) burger. Mereka meyakini semua produk hewani bisa direplikasi dengan senyawa nabati berbahan tumbuhan.
Hingga akhirnya diketahui bahan bernama heme yang menjadi kunci dari rasa dan aroma daging sapi. Heme juga berperan memberi semburat pink pada daging dan menciptakan warna merah pada darah manusia.
2. Proses peniruan patty daging asli
Foto: Istimewa
|
Impossible Foods melalui serangkaian proses untuk meniru patty daging asli. Awalnya mereka mengekstraksi heme dari kacang-kacangan seperti kedelai. Hanya saja cara ini kurang efektif karena lama dan membutuhkan biaya besar.
Brown dan tim lalu memilih cara mentransfer gen kedelai yang mengkode protein heme menjadi ragi. Cara ini memungkinkan Impossible Foods memproduksi senyawa mirip darah dalam jumlah besar.
Kemudian diciptakan juga 'lemak' hewan dari bahan nabati. Impossible Foods memilih campuran minyak kelapa, protein gandum, dan kentang untuk membentuk 'daging' nabati. Minyak ini membuat patty burger tetap solid meski dipanaskan di wajan. Juga memunculkan sensasi mendesis layaknya patty daging asli ketika dimasak.
Untuk aroma burger, Impossible Foods merekayasanya dengan serangkaian proses. Diawali dengan menaruh daging yang sudah dimasak di mesin spektrometri masa kromatografi gas untuk memisahkan ribuan senyawa dan bau melalui tabung.
3. Rasa dan nutrisi burger nabati
Foto: Istimewa
|
Lalu bagaimana rasa burger nabati buatan Impossible Foods? Konon rasanya mirip daging meski kurang kuat. Tapi kalau tidak diberitahu burger tersebut menggunakan 'daging' nabati, besar kemungkinan seseorang tidak menyadari kalau itu burger nabati.
Soal nutrisi, burger nabati bahan lebih tinggi protein. Jumlahnya bisa mencapai 20 gram per sajian. Burger nabati juga diklaim rendah lemak dan kalori sehingga cocok bagi mereka yang sedang mengontrol berat badan.
Dari sisi zat besi, meski tidak dibuat menggunakan daging sungguhan, 'daging' nabati juga mengandung 3 mg zat besi per sajian. Ini karena Impossible Foods menggunakan heme yang kaya akan zat besi.
4. Sudah dipasarkan di banyak tempat
Foto: Istimewa
|
Impossible Foods pertama kali memasarkan burger nabati bernama Impossible Burger di New York. Kala itu di tahun 2016, burger ini menjadi bagian menu restoran Momofuku milik David Chang. Kini semakin banyak restoran yang menyajikan burger nabati dalam menunya.
Cnet (24/9) mengungkap sekarang ada lebih dari 5.000 restoran di Amerika Serikat yang punya Impossible Burger. Bahkan Impossible Burger juga mulai menggandeng restoran fast food besar untuk mulai memakai patty 'dagingnya'. Sebut saja Burger King dan Umami Burger.
Sejak September 2019 pun, Impossible Burger dijual di beberapa jaringan supermarket besar di sana. Versi patty 'daging' mentah seberat 340 gram dijual seharga Rp 126.785.
5. Bahaya konsumsi 'daging' nabati
Foto: Istimewa
|
Meski menggunakan kedelai dan bahan nabati lainnya, konsumsi 'daging' nabati juga perlu diwaspadai sebab belum tentu kandungan kedelai lebih baik dari daging. Adalah soya protein yang terbuat dari tepung kedelai, yang menjadi bahan utama 'patty' daging.
Soya protein murni didapat dengan mencuci tepung kedelai dengan asam di tanki aluminium. Dari proses ini, kemungkinan aluminium masuk ke protein kedelai menjadi tinggi, padahal zat ini tak baik bagi otak dan sistem syaraf.
Zat lain yang juga bisa mencemari adalah hexane yang ada dalam lem dan semen, namun dipakai untuk mengekstrak minyak dari kacang kedelai. Eksposur berulang-ulang dapat menimbulkan masalah syaraf seperti dialami penyalahguna lem aibon.
Halaman 2 dari 6