Replika makanan atau makanan palsu atau model makanan biasanya dipajang di bagian depan restoran. Replika tersebut dibuat sangat mirip dengan menu aslinya sehingga memudahkan pengunjung dalam mengenali seperti apa menu yang disajikan sebuah restoran. Tanpa perlu membaca menu, mereka langsung bisa mengenali bahan-bahan apa saja yang ada dalam sebuah hidangan.
Bukan sekadar meniru model suatu hidangan, tampilan replika makanan benar-benar sangat realistis. Kerap kali seseorang tak bisa membedakan mana hidangan asli dan mana replikanya. Replika makanan bahkan bisa menghadirkan warna dan tekstur persis bahan makanan aslinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tingginya minat pada replika makanan ini juga membuat industrinya sangat berkembang. Ditaksir industri replika makanan di Jepang saja mencapai USD 90 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun. Bagaimana kisah lengkap perjalanan replika makanan di Jepang? detikFood merangkum informasinya seperti berikut.
1. Kota dan 'Bapak Replika Makanan'
Foto: iStock/Istimewa
|
Di Jepang, replika makanan dikenal dengan nama shokuhin sampuru atau sampuru. Sampuru diambil dari kata dalam bahasa Inggris yaitu 'sample' yang berarti 'contoh'. Dikutip dari The Guardian (16/9), sampuru konon sudah ada hampir 1 abad di sana. Cerita bermula dari pembuatan sampuru di Gujo Hachiman.
Kota tersebut berlokasi diantara Osaka dan Tokyo. Kini Gujo Hachiman disebut-sebut sebagai rumah industri replika makanan di Jepang yang bernilai Rp 1,2 triliun. Tak hanya wilayahnya, ada sejarah soal sosok 'Bapak Replika Makanan' yang bernama Takizo Iwasaki.
Ia pertama kali terinspirasi membuat replika makanan dari lelehan lilin yang jatuh hingga menyerupai suatu bentuk di tatami rumahnya. Kemudian Iwasaki beride membuat replika makanan dan terus menyempurnakan teknik membuatnya dari lilin. Hingga jadilah replika omelet dan saus tomat yang mirip aslinya. Replika ini hadir di sebuah department store di Osaka tahun 1932. Nah, dari sinilah industri replika makanan hadir.
2. Diciptakan untuk memudahkan pengunjung
Foto: iStock/Istimewa
|
"Makan di luar bisa jadi tantangan bagi beberapa orang kala itu, jadi pemilik restoran melihat replika makanan sebagai cara untuk memudahkan pelanggan," kata Presiden Sanpuru Kubo, Katsuji Kaneyama. Perusahaan miliknya adalah salah satu perusahaan replika makanan di Gujo Hachiman yang produknya memenuhi 2/3 pasar domestik replika makanan.
Ia menekankan trik membuat replika makanan adalah menyeimbangkan antara realisme dan estetika. "Replika makanan yang terlihat paling lezat belum tentu yang paling realistis," katanya. Kaneyama lebih memilih polivinil klorida (PVC) dibanding lilin untuk bahan pembuatan replika makanan yang lebih awet. Sepuluh seniman replika makanan yang bekerja untuknya mampu menghasilkan 130.000 sampel per tahun.
Seiring perkembangan zaman, kini perusahaan replika makanan juga memanfaatkan teknologi printer 3D. Hanya saja hasilnya masih tidak lebih baik dibanding buatan tangan. "Ada sesuatu tentang bagaimana replika makanan buatan tangan terlihat dan terasa berbeda yang saya pikir tidak bisa dibuat di printer 3D," kata Kaneyama.
3. Ongkos pembuatan mahal
Foto: iStock/Istimewa
|
Seperti halnya karya seni, harga replika makanan mahal. Bisa dihitung berdasarkan tiap jenis bahan makanan atau keselurhan suatu hidangan. Beberapa harganya bisa mencapai ratusan dollar. Dikutip dari Business Insider (16/9), harga replika makanan secara umum bisa mencapai 10 kali lebih mahal dibanding makanan aslinya.
Pembuatan replika makanan dengan tangan benar-benar butuh ketelitian. Diawali dengan pembuatan PVC menjadi model hidangan lalu dipanggang dalam suhu tinggi. Proses berlanjut dengan melukis dan airbrush replika makanan yang dilakukan satu per satu hingga menghasilkan tampilan hidangan yang super mirip.
Replika makanan juga dibuat dalam versi mini untuk oleh-oleh. Ada gantungan kunci hingga casing flashdisk yang terlihat realistis dan jadi buruan para turis. Dikutip dari Vice (16/9), oleh-oleh ini mudah ditemui di Gujo Hachiman yang menjadi destinasi wisata banyak turis. Di sini mereka bisa ikut workshop membuat sampuru atau replika makanan sendiri. Hasilnya nanti bisa dibawa pulang.
4. Bisa dibeli di vending machine
Foto: iStock/Istimewa
|
Ketertarikan banyak orang akan replika makanan di Jepang menginspirasi sebuah perusahaan vending machine di Osaka menjualnya. Mesin bernama Shine tersebut menjual replika makanan mungil yang bisa dijadikan hiasan atau gantungan kunci.
Pengoperasian vending machine juga terbilang unik. Ada lima langkah yang perlu dilakukan untuk membeli replika makanan di sini. Pertama perlu menekan tombol yang berada di sisi kanan dan melihat produk yang ada di layar. Kemudian pilih replika makanan dalam kisaran harga dan masukkan uang ke dalam slot koin. Replika gantungan kunci berbentuk makanan pun bisa keluar dengan cepat.
Untuk harganya juga variatif. Tahun lalu harganya mulai dari 300 sampai 900 yen. Bisa juga memesan dua sekaligus seperti gantungan kunci bentuk cokelat dan roti yang dibanderol 1.500 yen atau sekitar Rp 195.000.
Baca Juga: Lucunya, Replika Makanan Enak di Jepang Bisa Dibeli Lewat Vending Machine
5. Bisa meleleh
Foto: iStock/Istimewa
|
Musim panas di Jepang bisa jadi sangat panas hingga membuat aktivitas terganggu. Dampaknya ternyata juga bisa membuat replika makanan meleleh. Hal ini terjadi kala musim panas tahun lalu. Terlihat replika makanan di kafe Oasis 21 di Nagoya mulai berubah bentuk.
Replika secangkir matcha latte yang berwarna hijau pekat tiba-tiba mulai luber dan keluar dari bagian cangkir kopi. Foto melelehnya display makanan ini lantas jadi viral di internet.
Diketahui saat itu suhu di Nagoya mencapai 40C, dimana suhu di dalam jendela replika makanan bisa lebih panas lagi tepatnya mencapai 60C. Sementara replika makanan sebenarnya bisa bertahan hingga suhu 100C, namun mendekati suhu tersebut, beberapa bagiannya bisa meleleh dan melunak.
Baca Juga: Panasnya Udara di Jepang Membuat Display Makanan Plastik Meleleh
Halaman 2 dari 6