Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Puan Maharani, lewat instagram pribadinya pada 5 Juli 2019 membagikan pengalaman kuliner ketika singgah di Papua. Kunjungan kerja yang dilakukan Puan pada 2016 ini membuat memorinya kembali mengingatkan pada salah satu kisah seru ketika bakar batu.
Pemilik nama lengkap Puan Maharani Nakshatra Kusyala ini berkisah lewat keterangan foto yang ia bagikan belum lama ini. Puan saat itu singgah di kampung Lobo, kabupaten Kaimana. Di sini Puan dan rombongan disambut warga sekitar dengan prosesi bakar batu.
![]() |
Baca juga : Ini Dia Dogiyai, Biji Kopi Lokal Terbaik dari Papua
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentuk penghormatan lain, pada momen bakar batu kali ini adalah bakar batu khusus yang hanya menggunakan ubi-ubi an untuk dibakar. Itulah Indahnya keberagaman dan saling menghormati keyakinan masing-masing," tulis Puan pada unggahan fotonya.
Terlihat Puan berbaur dengan masyarakat asli Desa Lobo untuk bersama-sama membakar umbi-umbian. Jumlahnya terbilang banyak, tampaknya setelah ubi matang, semuanya menyantap bersama-sama.
Bakar batu sendiri sudah menjadi tradisi adat yang kerap dilakukan masyarakat Papua setiap kali menggelar upacara. Ritual memasak secara bersama-sama ini memiliki makna yang mendalam yakni sebagai bentuk ungkapan rasa syukur, ajang silaturahmi hingga menjamu tamu penting.
Dahulu tradisi ini dilakukan sebagai cara untuk mengumpulkan para prajurit untuk berperang, namun tradisi ini sudah tidak berlaku lagi sekarang. Tanpa mengurangi sifat sakralnya, bakar batu kini jadi tradisi yang kerap dilakukan sebagai wadah silaturahmi.
Tradisi ini kerap dilakukan masyarakat Papua di pedalaman atau pegunungan. Beberapa daerah yang kerap melakukan tradisi ini adalah di Lembah Baliem, Paniai, Nabire, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang, Jayawijaya hingga Yahukimo.
![]() |
Sesuai dengan namanya, tradisi ini dimulai dengan membakar batu hingga panas membara. Setelah batu-batu menjadi panas, warga kemudian memberi alas daun pisang dan alang-alang di atas batu.
Dalam versi asli, makanan yang dimasak di atas batu panas ini adalah irisan daging babi, lalu ditutup daun pisang lagi dan di atasnya diletakkan ubi jalar, singkong dan sayuran.
Baca juga : Ada Kepiting Papua yang Bikin Ngiler di 5 Restoran Ini
Belum selesai, semua makanan ini kemudian dilapisi daun pisang lagi serta ditumpuk batu panas. Proses pemasakan biasanya memakan waktu hingga 1 jam.
Kini masyarakat tidak melulu menggunakan daging babi. Biasanya diganti dengan daging ayam, sapi atau kambing. Hal ini biasanya disesuaikan dengan acara yang berlangsung, sebut saja misalnya bakar batu yang digelar masyarakat adat Walesi di Jayawijaya saat menyambut bulan Ramadan.
(dvs/odi)