Adalah Lailatul Mubarokah, warga Jalan Candi Jawi no 2 Bendogerit Kecamatan Sananwetan yang punya ide. Ibu rumah tangga berusia 32 tahun ini tergabung dalam Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) budidaya lele.
Melihat setiap panen harga lele dijual relatif murah, Lila lalu membuat inovasi varian olahan produk. Dia mencari pengetahuan, varian olahan apa yang tahan lama dan proses pengolahannya tidak sulit.
![]() |
"Akhirnya ketemulah ide bikin abon lele. Kami coba buat dengan bumbu dapur alami, tanpa pengawet dan penambah rasa ternyata bisa tahan sampai satu tahun," tutur Lila pada detikcom, Selasa (26/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lalu digonggso campur bumbu. Bumbunya bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe, asam Jawa, sereh, gula dan garam. Habis digongso, digoreng dengan minyak yang banyak lalu dispiner," jelasnya.
![]() |
Tampilan abon lele berbeda dengan abon sapi. Tekstur dagingnya lebih lembut dan rasanya lebih gurih. Abon lele kemudian dikemas dalam alumunium foil agar awet dan tahan lama. Selain rasa original, Lilapun melayani rasa hot atau pedas.
"Kalau yang original, dengan berat 100 gram kami jual Rp 21 ribu. Kalau yang hot, satu bungkus 100 gram itu seharga Rp 23 ribu. Alhamdulillah banyak yang pesan. Dan abon lele ini lebih disukai balita yang rasa originalnya," aku Lila.
![]() |
Kreasi ini mendatangkan hasil dan bisa menaikkan nilai jual lele. Dengan perbandingan, ikan lele segar dijual seharga Rp 15 ribu per kg. Padahal, jika diolah menjadi abon, satu kilogram daging ikan lele bisa menjadi 200 gram abon. Jika dijual dalam bentuk abon, harganya mencapai Rp 42 ribu.
"Dengan dibuat abon, kami bisa merasakan untung. Karena kalau dijual lele segarnya, harga Rp 15 ribu per kg itu sama dengan harga pakannya saja," pungkasnya. (dvs/odi)