Kacang kedelai jadi salah satu bahan yang sangat laris dipasaran. Ini dikarenakan kacang tersebut merupakan bahan utama pembuatan tempe. Ya, produk fermentasi khas Indonesia yang sudah mendunia.
Kelezatan tempe disukai banyak orang di penjuru dunia, terutama kaum vegetarian. Tempe menjadi alternatif pengganti daging yang tinggi protein dan vitamin B12.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kedelai impor itu rata-rata ditanam dengan cara GMO. Karenanya memiliki ukuran yang lebih besar dibanding kedelai lokal non GMO.
Meski mengalami rekayasa genetika, kedelai GMO aman dikonsumsi. Hanya saja memiliki rasa yang berbeda dibanding kedelai lokal non GMO.
Baca juga: Begini Proses Fermentasi pada Pembuatan Tempe
![]() |
"Walau proses fermentasi memakan waktu yang sama, rasanya beda. Rasa kacang kedelai dan kacang merah lokal lebih gurih dan segar," jelas Chef Benedicta Althea.
Ia juga menambahkan kalau kedelai lokal non GMO punya tampilan yang lebih bersih dan tak mudah pecah saat diolah menjadi tempe. Hanya saja, harga kedelai lokal memang lebih mahal dibanding kedelai impor.
"Tapi harganya (kedelai lokal) lebih mahal dibanding dengan kacang kedelai impor. Karena suplaynya kurang begitu banyak, demandnya kurang banyak dan petani-petani sekarang kan sudah meninggalkan (produksi kedelai). Bisa jadi karena nggak ada penerusnya maupun mungkin nggak ada yang beli. Padahal sebenarnya demindnya ada. Cuma belum terekspose aja," pungkasnya.
![]() |
"Kalau lokal itu lebih harum, kualitas lebih segar. Karena kalau impor itu kan pasti sudah dipanen 3 bulan lalu. Tapi masalahnya kedelai lokal ini susah sekali carinya," ujar Asep.
Rasa gurih kedelai lokal juga membuat tempe yang dihasilkan bercitarasa lezat. Berbeda dengan kedelai impor yang rasanya lebih hambar saat diolah menjadi tempe.
Baca juga: Tempe, Superfood yang Hebat (dwa/odi)