Croissant, eclair, dan macaron merupakan jenis pastry Prancis yang mendunia. Mengapa Prancis dianggap sebagai kiblat pastry dunia?
Prancis menjadi tumpuan orang yang ingin menggali ilmu pastry. Hal ini dibenarkan oleh Chef Alexis Gudimard, Pastry Chef di Pullman Jakarta Central Park. Chef yang berasal dari Istres, Prancis Selatan ini bertutur tentang bagaimana Prancis bisa jadi negara pencipta pastry yang andal.
“Prancis sudah sekian lama mengembangkan pastry dengan sentuhan seni yang tinggi, mulai dari abad 19 awal dengan munculnya Marie-Antoine Carême (1784-1833). Ialah yang menjadi pelopor 'La Cuisine Française'. Awalnya, bukan perkara mudah untuk menyatukan kuliner dengan seni. Prancis juga butuh waktu yang lama untuk itu. Karenanya, tak heran apabila seorang chef harus belajar pastry Prancis jika ingin menjadi pastry chef yang handal,” cerita pria 29 tahun ini pada detikFood (26/01).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sentuhan seni pada pastry Prancis ini juga bisa ditemukan dalam pastry a la Italia. Menurut Alexis kedua negara ini saling mempengaruhi satu sama lain. Serupa dengan Prancis, Italia juga mulai mengembangkan kue-kuenya dalam jumlah varian yang banyak. Misalnya Sfogliatelle, Bocconotto, Semifreddo, sama-sama berbentuk cantik dan menggugah selera.
Selain Prancis dan Italia, pastry a la Jepang juga patut diacungi jempol. “Perkembangannya di dunia pastry sangat tinggi, dan sebagian besar formasinya menggunakan basis pastry Prancis. Tapi, Jepang mengembangkan pastry tersebut dari sudut pandang yang berbeda, juga memadukannya dengan bahan asli asal Jepang. Pemilihan bahan dan kualitas produk mereka juga tak diragukan. Bisa dibilang produk mereka punya rasa yang original,” tutur Alexis.
“Pastry Austria juga punya peran kuat di masa lampau. Sayangnya, pamornya menurun seiring berjalannya waktu. Tapi, pastry Prancis juga tak bisa lepas dari pengaruh Austria karena istilah 'Viennoiserie' atau roti panggang dalam Prancis sebenarnya berasal dari kata 'Vienna'. Croissant (kipferl) juga pertama kali dibuat di sana, bentuknya seperti croissant sekarang. Namun teksturnya mirip brioche yang lembut. Sedangkan versi croissant berlapis-lapis seperti sekarang diciptakan di Prancis oleh August Zang, pastry chef asal Austria yang membuka gerai roti a la Vienna di Paris pada abad ke-19,” jelas pria yang pernah bekerja di restoran berbintang Michelin.
Pastry Prancis juga meliputi kue, entremets, es krim, sorbet, biskuit, confectionary, hingga cokelat dengan rasa dan tekstur sangat beragam. Hal inilah yang membuatnya punya beberapa kekurangan.
“Perlu banyak ilmu, perkakas, peralatan, dan bahan untuk bisa membuat pastry Prancis yang sempurna. Hal itu membuatnya tidak selalu mudah dibuat di rumah, bahkan untuk seorang pastry chef sekalipun. Apalagi, di Indonesia. Bahan pembuatan pastry tak selalu tersedia di sini,” ungkap chef yang dirinya sendiri menyukai crème brulee dan sorbet.
Pastry chef asal Indonesia, Ayu Anjani, juga setuju jika Prancis disebut sebagai 'kiblat' pastry dunia. “Pastry Prancis lebih menonjol karena orang Prancis sangat mengutamakan seni, jadi banyak lahir seni pastry yang unik dan inovatif dari sana,” ujar chef muda dengan banyak prestasi ini.
Perempuan lulusan Le Cordon Bleu Sydney ini juga menuturkan kelebihan pastry Prancis yang mendunia.
"Orang Prancis pintar mengemas pastry dengan cantik, jadi dapat diterima oleh orang-orang, apalagi dengan rasa yang enak. Apalagi, teknik pastry Prancis bisa terpakai untuk dasar membuat pastry lainnya. Sama seperti kalau kita punya dasar musik klasik, akan lebih gampang untuk memainkan musik lainnya. Karenanya, pastry Prancis banyak yang sulit dipraktekkan,” ujar Chef Ayu Anjani yang juga membuka usaha homemade ice cream.
Ayu Anjani juga sependapat dengan Alexis Gudimard tentang pastry Jepang yang patut diperhitungkan. “Jepang sebenarnya banyak mengambil teknik Prancis untuk basic-nya, tapi mereka selalu menunjukkan gaya tradisional khas Jepang yang original. Jadi, tetap modern tapi tetap kental akan kesan tradisional Jepang.” jelas chef yang mengaku suka choux caramel dari croquembouche.
Chef muda yang bangga dengan lapis legit yang enak dan berpotensi dikembangkan ke luar negeri ini juga punya pendapat soal kue tradisonal.
“Saya juga suka dengan kue Indonesia. Kita punya banyak sekali ragam penganan manis dari berbagai daerah, tapi sayang belum dikembangkan secara internasional,” tutupnya.
(tan/odi)