Sebelum berkembangnya mesin pemerah, pengambilan susu sapi dilakukan dengan cara tradisional. Hal ini dikarenakan, zaman dulu masih sedikit yang memiliki sapi perah yaitu hanya sekitar 2-5 ekor per peternak.
Berbeda dengan pemerahan sapi modern, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat akan memerah sapi secara tradisional. Para peternak terlebih dahulu menyiapkan peralatan seperti wadah penampung susu hingga vaselin.
Ada tiga cara atau teknik dari pemerahan susu sapi dengan tangan yaitu whole hand (tangan penuh), stripping (perah jepit), dan knevelen (perah pijit).
Sebelum melakukan teknik ini, terlebih dahulu peternak harus membersihkan kandang sapi dan peralatan dari kotoran terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko kontaminasi bakteri. Bagian ambing dan bagian belakang sapi juga perlu dilap dengan air hangat untuk menghindari pencemaran bakteri.
Cara tersebut juga dapat merangsang agar susu mudah keluar dari kelenjar-kelenjar susu. Selain itu puting susu diolesi dengan vasline agar puting susu tidak luka ataupun lecet.
Untuk frekuensi pemerahan, biasanya dilakukan setiap 12 dan 10 jam. Untuk waktunya juga diperhatikan, biasanya susu diperah pagi hari sekitar pukul 05.00-06.00 dan sore sekitar pukul 15.00-16.00.
Susu mengandung nilai gizi yang banyak, akan tetapi kandungan gizi ini mudah rusak. Sehingga perlu dilakukan proses pengawetan susu. Secara sederhana pengawetan dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah pendinginan susu ke dalam lemari es atau freezer atau menyimpan susu milkcan (kontainer susu) kemudian direndam dalam air dingin yang mengalir.
Cara kedua adalah dengan pemanasan susu hingga mendidih dengan tujuan agar mikroba dan bakterinya rusak. Setelah itu susu disimpan dalam wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan bersih.
(Lusiana Mustinda/Odilia Winneke)