Poffertjes diklasifikasikan sebagai pannekoek dengan ukuran lebih mungil. Mempunyai nama lain bollebuisjes atau broedertjes. Camilan ini pertama kali tampil dalam buku masak pada tahun 1700-an.
Adonan awalnya hanya dibuat dari tepung buckwheat, air, dan ragi. Buckwheat hanya hidup di tanah gersang dan menjadi asupan karbohidrat utama para warga miskin. Poffertjes biasanya disajikan sebagai sarapan dengan tambahan topping gula dan olesan mentega.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu peralatan masak penting untuk poffertjes adalah wajan dengan cekungan setengah lingkaran di permukaannya. Wajan tersebut biasanya terbuat dari besi baja, tembaga, atau alumunium dengan lapisan antilengket.
Imigran Belanda akhirnya mulai mengenalkan pofferjes ke Amerikat Serikat. Dalam buku 'Brinton Eliot From Yale to Yorktown' karya James Eugene Farmer disebutkan tokoh utamanya mengonsumsi camilan bernama puffards yang dibuat dari puffet-pan. Puffards merupakan sebutan lain untuk poffertjes masyarakat lokal, karena teksturnya kenyal mengembang.
Kelezatan poffertjes-pun dikenal masyarakat Indonesia pada masa kolonial. Tapi, berbeda dengan poffertjes tradisional yang mempunyai bentuk agak pipih. Banyak orang yang membuat poffertjes dengan bentuk bola sebesar bola pingpong.
Poffertjes hangat juga ada di beberapa restoran. Di Bogor ada Dedaunan Cafe, di Bandung ada Kedai Rumah Bloeman, dan di Puncak ada Puncak Pass Resort and Restaurant. Β
(fit/odi)