Untuk Memudahkan Para Lansia, Makanan Lunak Dicetak dengan Printer 3D

Untuk Memudahkan Para Lansia, Makanan Lunak Dicetak dengan Printer 3D

- detikFood
Senin, 02 Jun 2014 14:09 WIB
Foto: EU/Katharina Jaeger
Jerman - Lansia seringkali mengalami kesulitan mengunyah makanan karena ompong dan susah menelan karena mengalami dysphagia. Namun, menyantap makanan yang diblender juga lama-lama membosankan. Menurut Uni Eropa, solusinya adalah printer makanan 3D.

Dyspaghia banyak dialami lansia serta para penderita kanker dan stroke. Bagi mereka, kesulitan menelan bisa menghilangkan nafsu makan yang menyebabkan kekurangan gizi. Bahkan efeknya bisa fatal karena makanan bisa masuk ke paru-paru.

Karena itulah, perusahaan Biozoon mengembangkan konsep Smoothfood untuk panti jompo di Jerman. Makanan dicetak dengan semacam printer inkjet yang menggunakan 'tinta' berupa pure makanan. Pencetakannya berlapis di atas piring khusus.

Lapisannya tak terlihat, namun cukup kuat sehingga makanannya tak roboh. Hasilnya terlihat seperti makanan biasa dengan rasa yang sama. Namun dengan kombinasi texturizer rahasia, tekstur makanan yang terlihat kokoh ternyata lumer di mulut.

"Makanan lunak ini dibuat dari bahan-bahan segar, jadi rasanya tak berubah. Printer tak bisa menyesuaikan rasa, hanya bentuknya," ujar manajer proyek Biozoon, Sandra Forstner.

Untuk tahap awal, ada enam makanan yang tersaji dalam bentuk lunak, yakni sayuran (kembang kol dan kacang polong), daging (ayam dan babi), serta karbohidrat (kentang dan pasta). Nantinya makanan lain akan dilibatkan untuk dicek apakah bisa diproduksi dengan printer 3D.

Smoothfood diproduksi di sebuah pabrik di Nijmegen, Belanda, lalu diantarkan kepada konsumen. Namun, Forstner tak menutup kemungkinan nantinya makanan lunak ini juga bisa diproduksi sendiri di panti jompo.

Proyek yang dinamakan PERFORMANCE (Personalised Food Using Rapid Manufacturing for The Nutrition of Elderly Consumers) ini adalah kerja sama Biozoon dengan konsorsium yang terdiri dari 14 perusahaan dari lima negara Eropa. Uni Eropa menggelontorkan 3 juta euro (Rp 48 miliar) untuk mengembangkan proyek ini.

Bagaimanapun juga, konsep Smoothfood menghadapi kendala. Makanan lunak biasa memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih sedikit dibanding Smoothfood, sehingga banyak panti jompo enggan beralih.

Namun, koordinator proyek PERFORMANCE dan pemilik Biozoon Mathias Kuck optimis proyeknya akan sukses. Sebab, makanan yang tampak menarik dari tampilan dan rasa akan membuat para lansia jadi ingin makan lagi.

"Karena itulah PERFORMANCE ingin mengangkat konsep Smoothfood dan mengindustrialisasinya. Dengan begitu, kita bisa memangkas biaya dan menyediakannya untuk penggunaan di rumah," tambahnya.

(fit/odi)

Hide Ads