Formalin masuk ke dalam senyawa karsinogen yang memicu tumbuhnya sel kanker. Pemanfaatan formalin sebetulnya jauh dari sektor pangan, yaitu menjadi bahan pestisida, pengawet tekstil dan pembersih lantai. Formalin juga bisa digunakan untuk mengawetkan mayat dan preparat untuk penelitian mahasiswa kedokteran, kedokteran hewan, peternakan, juga biologi.
Seperti dikutip dari publikasi mengenai bahaya formalin yang ditulis oleh Prof. DR. Ir. Chanif Mahdi, MS dari Laboratorium Biokimia Universitas Brawijaya, ambang batas formalin yang boleh masuk dalam tubuh antara 1,4 hingga 14 mg. Lebih dari itu bisa berakibat terjadinya gangguan pada organ dan sistem tubuh, seperti mual, muntah, diare, kerusakan syaraf, hingga hilangnya pandangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi masyarakat awam, tak mudah mengenali ciri-ciri bakso berkualitas rendah ataupun mengandung unsur berbahaya. Namun pembeli bisa melakukan pengecekan sederhana dengan melihat daya tahan bakso. Bakso dengan tambahan formalin memiliki ciri awet dalam waktu yang lebih lama, mencapai 5 hari dalam suhu kamar. Bakso juga memiliki tekstur yang lebih kenyal seperti karet.
Mirip dengan bakso berformalin, kandungan boraks juga bisa dilacak dari tekstur bakso yang terasa tak wajar. Bakso boraks juga memiliki tekstur kenyal dan cenderung keras dan teskturnya berbeda dengan bakso yang dibuat dari daging sapi murni. Daya tahannya juga lebih lama dan bentuknya tetap utuh walaupun sudah lebih dari 3 hari.
Jika umumnya bakso berwarna abu-abu ataupun coklat, bakso ini warnanya cenderung lebih bersih. Bahkan seperti dikutip dari situs resmi Badan POM RI, bakso mengandung boraks memiliki tekstur membal seperti bola jika dilempar ke bawah. Selain itu, jika dicium, bakso boraks akan mengeluarkan aroma yang menyengat.
(dyh/odi)