Dikutip dari The Guardian (11/10), pejabat Xinjiang mengklaim perkembangan produk halal di sana memunculkan paham Islam yang ekstrem. Seperti diketahui, Muslim adalah penduduk minoritas di ibu kota Xinjiang, Urumqi, yang menjadi rumah bagi 12 juta orang.
Pemerintah Xinjiang melalui Wechat mengatakan ingin menguatkan perjuangan ideologis mereka dan melawan "halalifikasi" atau kecenderungan halal. Hal ini terkait pelabelan halal pada produk makanan yang dianggap sudah menembus kehidupan sekuler di China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Kecenderungan halal mengaburkan batas antara agama dan kehidupan sekuler. Jadi hal ini sangat mudah jatuh ke dalam lumpur ekstremisme agama," kata pemilik Global Times dalam artikel mengenai kampanye baru di Urumqi ini.
Kampanye antihalal ini merupakan bentuk protes terhadap kebijakan kontra-terorisme China di gunung Xinjiang. Para aktivis hak, peneliti dan media telah mendokumentasikan penggunaan pengawasan massa dan pengasingan, serta pembatasan kebebasan beragama dari minoritas Muslim seperti Uighur, Kazakh dan Hui.
Para pengkritik menyebut China berusaha mengasimilasi minoritas ke dalam etnis Han China dengan membasmi tradisi Muslim. Sebelumnya pemerintah setempat bahkan membatasi penggunaan jenggot panjang, penutup kepala atau pakaian Islami lainnya yang dianggap bisa membangkitkan fanatisme agama.
Sementara itu kampanye melawan pelabelan halal terjadi untuk produk daging, susu dan minyak. Pemerintah di provinsi Gansi, rumah bagi populasi besar Muslim Hui, dilaporkan menutup lebih dari 700 toko yang menjual "produk halal" pada bulan Maret. Layanan halal seperti potong rambut juga sudah dilarang.
Tagar "halalification" atau fanhua qingzhen juga marak di internet. Netizen mempertanyakan foto-foto makanan berlabel halal dan melontarkan sindiran. "Apakah ada darah
babi di dalam susu biasa? Yang harus kita khawatirkan adalah persatuan nasional, bukan kesatuan kelompok agama," tulis seorang netizen.
![]() |
Dalam sebuah pertemuan partai, Liu Ming selaku sekretaris kelompok anggota partai mengatakan, "Saya tidak percaya pada keyakinan agama apa pun. Saya harus berjuang keras melawan halalifikasi sampai akhir."
Di sisi lain, seorang kader Uighur menulis artikel berjudul, "Teman, Anda tidak perlu mencarikan restoran halal untuk saya." Ia menulis, "Kami etnis minoritas telah menghormati kebiasaan makan kami begitu saja. Kami belum memikirkan untuk menghormati kebiasaan makan mereka."
Ia juga mendorong warga Uighur yang juga anggota partai agar makan bersama rekan-rekan Han China mereka dari pada hanya di restoran halal. "Mengubah kebiasaan makan memiliki dampak yang signifikan dan jauh jangkauannya untuk melawan ekstremisme," pungkas sang kader.
Baca Juga: 8 Restoran Halal Ini Bisa Jadi Tujuan Bersantap Enak Saat di Shanghai
Tonton juga 'Pengaruh Hokkian pada Kuliner Indonesia: Bakso hingga Bakpia':
(adr/odi)