Itulah yang dipikirkan oleh pengusaha lokal Malaysia, Ruzi Shuib. Karenanya empat bulan lalu, Ruzi bekerjasama dengan distributor minuman malt Bavaria 0.0% produksi Belanda.
"Ada pasar yang tumbuh untuk jenis minuman ini di Malaysia," tutur Ruzi yang menjual minuman berbasis malt itu ke restoran dan toko makanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu alasan sulitnya menjual minuman tersebut pada muslim di Malaysia adalah ketiadaan label halal. Banyak masyarakat Malaysia memilih produk dengan tanda halal yang jelas.
Pemberi sertifikat produk halal di Malaysia, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) menolak pemberian sertifikat halal pada produk apapun dengan kata "bir" pada namanya. Meskipun minuman tidak mengandung alkohol.
Contohnya, restoran cepat saji A&W mengubah minuman root beer jadi "RB" pada tahun 2013 agar mendapat sertifikat halal di seluruh gerainya. Begitu juga dengan Coca Cola Malaysia yang memberi nama root beer dengan "A&W Sarsaparilla" tahun 2009.
Jakim menyebut penolakan terhadap halal sertifikat yang diajukan Ruzi karena Bavaria 0.0% diproduksi dengan fasilitas sama seperti produk beralkohol. Proses pembuatannya juga mirip dengan produksi alkohol.
Selain label halal, banyak muslim Malaysia juga tidak berniat minum produk tersebut karena dikemas dalam botol seperti bir.
"Dari sudut pandang muslim, meski mereka belum mencoba isinya, ketika melihat botolnya maka mereka akan meninggalkannya," ucap Wan Zawakhir, pemilik restoran Galletto's yang banyak didatangi pelanggan muslim.
Ruzi yang telah menjual 12.000 botol minuman ke restoran dan toko ritel selama empat bulan ini, mengaku lebih mudah menjualnya ke restoran Timur Tengah dibanding restoran tradisional Malaysia. Sebanyak 40 persen dari konsumennya adalah keturunan Arab.
(msa/odi)