Ketika popularitas kopi meningkat, sayangnya produksi kopi justru menurun. Ahli kopi sebut butuh kerjasama dari hulu ke hilir untuk selamatkan kopi Indonesia.
Sebagai salah satu negara dengan hasil produksi kopi terbesar di dunia, kehebatan agraria Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Memiliki dataran tinggi yang banyak membuat tanaman kopi mampu tumbuh subur hampir di semua wilayah di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, tak hanya produksi kopinya yang menuai sorotan tetapi kebutuhan akan kopi juga semakin meningkat. Namun, Adi Taroepratjeka, selaku Ahli Kopi Indonesia, menyebut pertumbuhan penghasilan kopi di Indonesia justru tak beriringan dengan kebutuhan yang meningkat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhir-akhir ini Indonesia dapat disebut tengah menghadapi krisis biji kopi. Baik itu green beans (biji kopi mentah), roasted beans (biji kopi utuh yang sudah dipanggang), maupun kopi yang sudah dalam bentuk bubuk.
Baca juga: Tak Hanya Cantik Warnanya, 5 Teh Ini Juga Punya Khasiat Istimewa
![]() |
Mirza Luqman, selaku Head of Coffee Engagement PT. Sari Coffee Indonesia, setuju dengan pernyataan tersebut. Ia mengatakan salah satu faktor yang memengaruhinya ialah ketidaktersediaan petani kopi muda sehingga berpengaruh besar pada penurunan hasil produksinya.
Pada gelar wicara bertajuk Indonesia Coffee and Its Sustainability in the Future dalam acara Starbucks Championship 2025 di Grand Indonesia, Jakarta, Adi melihat dua sisi mata uang terhadap masuknya kopi impor ke Indonesia. Tren ini dianggap menguntungkan bagi pebisnis kopi. tetapi justru menjadi kabar buruk bagi kopi lokal sendiri.
"Dulu untuk bisa beli kopi impor itu suatu keistimewaan dan privilege yang sangat langka. Bahkan saya harus sampai nitip-nitip ke teman yang keluarganya kerja di kedutaan buat dapat biji kopi dari Panama, misalnya. Sekarang hampir semua kafe juga kayaknya gampang sekali buat dapat kopi impor," ujarnya.
Sebagai pengamat kopi, Adi merasakan sendiri naik turun persediaan juga harga kopi lokal. Setidaknya selama 2 tahun terakhir ia menyebut harga kopi lokal Indonesia sendiri cenderung berantakan dengan persediaan yang juga sangat langka.
![]() |
"Untuk kelas kopi, saya sampai harus mendatangkan kopi dari Brazil. Alasannya karena harganya yang lebih murah dan masuk dengan standar kualitas saya. Kalau dihitung-hitung harganya bahkan jauh lebih murah daripada kopi yang bisa saya dapatkan dengan jarak cuma 2 jam dari tempat saya," lanjutnya.
Namun salah satu yang menurutnya angin segar bagi kopi Indonesia ialah kreativitas proses pasca panen yang mulai dilakukan oleh processor. Proses pasca panen eksperimental yang masih menuai kontroversi dilihatnya memiliki keuntungan dan kekurangannya masing-masing.
Jika konteksnya potensi meningkatkan kopi Indonesia, berbagai cara halal dilakukan guna meningkatkan nilainya. Tujuan utamanya ialah membuat kopi Indonesia kembali dilihat, mampu bersaing, dan dilirik lagi oleh pasar kopi dunia.
Namun di sisi lain ia mengkhawatirkan bahwa eksperimen-eksperimen yang dilakukan menjadi bom waktu. Ketika kopi berhasil diangkat nilai jualnya, sementara harganya semakin mahal, ini membuat pelaku di hilir pasar kopi justru tak sanggup untuk membelinya dengan harga tinggi.
Karenanya dibutuhkan kolaborasi dan sinergi yang kuat dari hulu hingga hilir guna memulihkan persediaan dan pasar kopi Indonesia. Jangan sampai kopi lokal dengan berbagai karakter rasa dan kualitasnya yang luar biasa hilang pamor atau menjadi komoditas yang langka dan tak tersentuh untuk masyarakat lokal itu sendiri.
(dfl/adr)