Sempat tutup berbulan-bulan karena terkena dampak pandemi COVID-19, para penjual soto Lamongan di Jakarta ini kembali bangkit. Begini kisahnya.
Penjual soto Lamongan di Jakarta dapat dikatakan menjamur. Bahkan di Jakarta mereka memiliki sebuah paguyuban bernama Putra Asli Lamongan (Pualam) yang memiliki 5.000 lebih anggota di dalamnya.
Berpuluh-puluh tahun mereka berjualan soto lewat gerobak khasnya, mengantarkan mereka ke gerbang kesuksesan. Sampai akhirnya pandemi COVID-19 pun melanda pada 2020 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentu saja, para penjual soto Lamongan tak luput dari dampak tersebut. Seperti yang dialami oleh Nur Hadi, seorang warga Desa Sungegeneng yang berjualan soto Lamongan di Jakarta Pusat.
Baca Juga: Berasal dari Jawa Timur, Ini Beda Soto Lamongan dan Soto Ambengan
![]() |
Kepada detikcom (06/05/23) Nur Hadi menceritakan bahwa warung sotonya yang berlokasi di kawasan Kebon Kacang ini sempat tutup berbulan-bulan karena dampak pandemi COVID-19.
"Di waktu pendami COVID-19 pertama tutup sampai 3 bulan," ujar Hur Hadi yang juga tergabung dalam paguyuban Pualam.
Nur Hadi sendiri sudah berjualan soto selama 15 tahun. Kondisi pandemi COVID-19 ini menjadi tantangan terbesar selama ia berjualan. Namun, itu tak membuat ia menyerah begitu saja.
Ia pun kembali bangkit setelah 3 bulan tutup tanpa penghasilan. Secara perlahan, warung soto Lamongannya kembali melayani para pelanggannya yang sudah rindu dengan hidangan berkuah gurih ini.
Baca Juga: Mantul! Ini 5 Soto Lamongan yang Terkenal Lezat di Jakarta
![]() |
"Sekarang lebih mending, tapi ya gak seramai pas sebelum pandemi COVID-19. Dulu sebulan omzetnya itu Rp 70 juta, sekarang hanya Rp 30 juta," tutur Nur Hadi.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Ali Sadikin, penjual soto lamongan yang berlokasi di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan. Pandemi COVID-19 juga membuat warungnya terpaksa tutup selama 3 bulan.
"Tutup 3 bulan, itu juga pas pertama kali buka lagi masih sepi banget. Jauh dari setengahnya," ujar Ali Sadikin yang sudah berjualan soto Lamongan sejak tahun 1997.
Sebelum pandemi COVID-19 warungnya bisa menghabiskan 15 liter nasi dalam sehari. Berbeda ketika setelah pandemi yang hanya menghabiskan 12 liter saja.
"Sekarang udah lumayan lah, tapi jauh banget dari sebelum pandemi COVID-19," papar Ali Sadikin.
Dengan kondisi ini, Paguyuban Pualam sebagai forum silaturahmi antara penjual soto Lamongan di Jakarta turut memberikan dukungan kepada anggotanya yang mengalami dampak pandemi COVID-19.
"Pualam hanya mampu memberi pinjaman modal, untuk diangsur setiap bulan. Dan setiap menjelang lebaran memberi sedikit THR kepada anggota yang aktif," ujar Soen'an Hadi Poernomo selaku ketua Paguyuban Pualam.
Baca Juga: Punya 5.000 Anggota di Jakarta, Ini Kisah Paguyuban Soto Lamongan
(raf/odi)