Makan Martabak Manis Berisiko Diabetes dan Racikan 'Magic Water' yang Laris

Kali ini dr. Tirta mengungkapkan ada risiko diabetes pada konsumsi martabak manis. Ada juga fakta kopi kemasan dan racikan 'magic water' yang laris manis di Filipina.

Popularitas makanan manis di Indonesia yang tinggi membuat hidangan bernama martabak kian populer. Rasanya yang manis legit disukai banyak orang dari berbagai kalangan. Tetapi dr. Tirta mengungkapkan ada ancaman diabetes yang tinggi pada konsumsi martabak manis.

Minum kopi yang awalnya menjadi kesukaan segelintir orang, kini seolah menjadi kebutuhan dan gaya hidup. Kopi sendiri ada yang diseduh dalam kondisi segar baru digiling maupun kopi kemasan. Ternyata ada beberapa fakta yang tersembunyi pada sebuah kopi kemasan yang instan.

Sebuah jajanan kaki lima asal Filipina ini laris manis diburu pelanggannya karena rasanya yang menyegarkan. Sudah hadir di pasaran sejak tahun 1980, minuman kaki lima ini diracik dengan suatu bahan khusus. Namanya yang unik juga menjadi alasan minuman ini masih banyak dicari dan membuat orang penasaran.

Berikut ini berita terpopuler detikFood yang menarik perhatian pembaca kemarin (21/2):

1. Risiko diabetes pada martabak

Adonan yang tebal dan lembut, topping yang berlimpah hingga kucuran kental manis membuat martabak manis memiliki rasa yang istimewa. Martabak manis bahkan dikenal sebagai pancake paling enak yang berasa dari Indonesia karena kelezatannya.

Tetapi dibalik rasa manisnya yang nikmat, ada ancaman diabetes yang tersimpan pada setiap potongan martabak manis. Hal ini diungkapkan oleh dr. Tirta menjadi salah satu ancaman terbesar bagi kadar gula darah di dalam tubuh.

Adonan martabak yang mengandung karbohidrat tinggi serta topping yang berlimpah gulanya dan biasa dikonsumsi saat malam hari membuat risiko diabetes akan naik bagi penikmatnya. dr. Tirta juga menekankan bahwa ada cara untuk menyeimbangkan asupan kalori dan gula yang tinggi ini untuk mencegah diabetes.

Baca juga: Konsumsi Martabak Manis Sebabkan Diabetes, Ini Kata dr. Tirta