Tahu Sumedang yang renyah kini digemari banyak orang. Tahukah kamu kalau tahu Sumedang punya sejarah panjang? Semua berawal dari Tahu Bungkeng pada tahun 1917.
Tahu Sumedang jadi salah satu jajanan tahu favorit orang Indonesia. Warnanya kecokelatan dengan bagian dalam berwarna putih.
Tahu Sumedang punya ciri khas tekstur luarnya yang garing dan dalamnya yang lembut. Tahu ini juga tidak padat, tetapi agak kopong bagian dalamnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menilik sejarahnya, tahu Sumedang ternyata punya kisah menarik. Berawal dari tahun 1917 ketika penjual tahu asal Tiongkok bernama Bungkeng menjajakan dagangannya.
Gerai Tahu Bungkeng sendiri dikenal sebagai gerai pertama tahu Sumedang. Lokasinya di di Jalan 11 April, No. 53, Kotakaler, Sumedang Utara.
Kisah tahu Bungkeng dimulai dari imigran Tiongkok bernama Ong Kino bersama istrinya yang tinggal di Sumedang pada awal abad 20-an atau pada 1900-an.
"Ong Kino bikin tahu awalnya tidak untuk jualan, tapi awalnya untuk membahagiakan istrinya yang rindu akan makanan tradisional khas Tiongkok sana. Saking sayangnya ia pun akhirnya membuatkannya," ungkap Edric Wang generasi kelima dari Ong Kino atau anak dari Suryadi Ukim pemilik gerai tahu Bungkeng saat diwawancara detikjabar belum lama ini.
![]() |
Edric memaparkan, Ong Kino yang telah membuat makanan olahan berbahan dasar kedelai tersebut, kemudian membagikannya kepada orang-orang di lingkungan sekitar untuk mencicipinya.
"Dan orang-orang yang dikasih itu bilang bahwa tahu buatan Ong Kino enak, mereka pun menyarankan Ong Kino untuk membuka usaha tahu di Sumedang," paparnya.
Edric mengatakan, meski pada waktu itu masih sangat sederhana, Ong Kino pun mencoba berjualan tahu di lokasi dimana gerai tahu Bungkeng berdiri kini.
"Ong Kino pertama jualan memang disini, di depan situ, di tempat yang sekarang ini," kata Edric.
Suryadi Ukim di tempat yang sama menambahkan, Ong Kino sendiri datang ke Sumedang tidak lain tujuannya untuk berdagang pada sekitar tahun 1900-an.
"Jadi datang ke Sumedang ini ya tujuannya memang berdagang, waktu itu selain menjual tahu, juga dagang yang lain," ujarnya.
Pasalnya, sambung Suryadi, makanan tahu belum begitu populer seperti sekarang atau boleh dibilang belum laku.
"Iya tahu kan makanan ciri khas orang Cina, jadi belum begitu laku dan dijualnya pun masih kepada rekan-rekan terdekat ke sesama Cina perantauan," terangnya.
Baru pada sekitar tahun 1917, anaknya Ong Kino, yakni Ong Bungkeng menyusul ke Sumedang untuk melanjutkan usaha ayahnya itu.
M.Luthfi Khair A dan Rusydan Fathy dalam Tahu Sejarah Tahu Sumedang, (LIPI Press, 2021 : 49) mengungkapkan, tahu yang dibuat Ong Kino kala itu adalah tahu putih khas Tiongkok yang penyajiannya dengan cara direbus. Tahu tersebut hanya dikonsumsi oleh Ong Kino bersama istrinya dan terkadang dibagikan ke sesama warga etnis Tionghoa pada saat perayaan hari raya.
Tahu buatan Ong Kino kala itu mendapat respon cukup baik dari lingkungan sekitarnya. Hingga kemudian, ia pun mencoba untuk menjualnya. Namun sayang, tahu yang dijualnya tidak begitu laku.
Hingga di tangan Ong Bungkeng-lah, makanan olahan kedelai itu sangat laku terjual hingga populer seperti sekarang. Olahan tahu peninggalan ayahnya dikreasikan kembali sedemikian rupa menjadi serupa cemilan dengan warna kecoklatan, bertekstur renyah di luarnya namun empuk dan berisi di dalamnya saat digigit.
"Ong Kino sendiri memilih kembali lagi ke Tiongkok pada sekitar tahun 1940-an, sementara Ong Bungkeng sejak tahun 1917 tidak pulang lagi dan melanjutkan usahanya dan meninggal di Sumedang," ungkap Suryadi.
Suryadi menyebutkan, Ong Bungkeng melanjutkan usaha ayahnya dari tahun 1917 sampai 1980-an. Darisana, kemudian dilanjutkan oleh Ong Yukim yang tidak lain ayah dari Suryadi sendiri pada sekitar tahun 1950 - 1960.
"Dari Ong Yukim ayah saya, baru dilanjutkan oleh saya dan sekarang mulai diturunkan ke anak saya, Edric," ujarnya.
![]() |
Tahu Bungkeng sendiri kini telah memiliki 3 gerainya di Sumedang. Diantaranya di Jalan 11 April, Jalan Mayor Abdurahman dan Jalan Prabu Gajah Agung
Seiring semakin dikenalnya tahu Sumedang, kata Suryadi, seiring itu pula mulai bermunculan perajin-perajin tahu lainnya, seperti Babah Hek, Babah Kincay, Aniw (sekarang berganti jadi toko Elektronik di Jalan Mayor Abdurahman) dan Ceq xi Gong.
"Kalau yang bekas dari karyawan Ong Bungkeng yang sukses itu tahu Saribumi dan tahu Ojo," sebutnya.
Berawal dari para perajin imigran asal Tiongkok, kini perajin tahu Sumedang sudah banyak tersebar bahkan banyak dari penduduk lokal yang telah pandai membuat panganan berbahan dasar kedelai tersebut.
Tidak hanya di Sumedang, namun kini para perajin ada juga yang tersebar di luar Sumedang. Seolah tidak lekang dimakan zaman, tahu Sumedang hingga kini masih tetap eksis dan masih banyak peminatnya.
Baca Juga: Tahu Bungkeng, Sang Perintis yang Tetap Eksis hingga 105 Tahun
Tahu Palasari, Tahu Sumedang yang pernah dicicip SBY hingga mendiang Gusdur
Selain Tahu Bungkeng, tahu Sumedang lain yang juga populer dan punya sejarah panjang adalah Tahu Palasari. Perintisnya merupakan Babah Hek, penjual tahu yang satu angkatan dengan Ong Bungkeng.
Kelezatan tahu Sumedang di sini pernah dicicipi orang-orang nomor satu di Indonesia. Sebut saja Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mendiang Gusdur.
Rumah makan di Jalan Mayor Abdurachman No.153, Sumedang ini dikunjungi SBY pada 2014. Yayang (60) pemilik Rumah Makan sekaligus toko Tahu Palasari menyebutkan, kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama istrinya Ani Yudhoyono kala itu merupakan salah satu momen yang paling bersejarah bagi tahu Palasari.
Pasalnya, sambung Yayang, kunjungan keduanya beserta rombongan merupakan kunjungan kerja kenegaraan yang agendanya memang berkunjung ke tahu Palasari.
"Itu mah di Setneg juga nggak bakal hilang sepanjang sejarah Indonesia karena itu kunjungan kenegaraan, kunjungan kerja ke tahu Palasari," terang Yayang kepada detikjabar belum lama ini.
![]() |
Yayang menceritakan, dalam kunjungannya itu, SBY menyempatkan diri mencoba membuat tahu Palasari. Sementara istrinya, Ani Yudhoyono yang menggorengnya.
"SBY saat itu bikin tahu mentah dan istrinya yang menggoreng, kemudian dimakan bareng-bareng bersama para menteri yang ikut dalam rombongan pada saat itu," terangnya.
Menurut Yayang, kunjungan SBY bersama rombongannya merupakan sebuah anugerah sejak tahu Palasari berdiri.
"Kebayangkan RI Satu bisa berkunjung ke tahu Palasari makanya saya bilang itu sebuah anugrah," ucapnya.
Selain SBY, kata Yayang, momen paling berharga lainnya saat dikunjungi oleh mantan Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
"Kunjungan Beliau (Gus Dur) menjadi momen paling berharga juga bagi tahu Palasari, beliau mampir ke sini beberapa kali setelah beliau tidak lagi menjabat sebagai presiden, saat itu kalau tidak salah semisal pas ada kegiatan acara kepartaian atau acara keagamaan di daerah," paparnya.
Yayang menyebutkan, selain yang disebutkan sebelumnya, juga ada dari beberapa menteri yang pernah singgah ke tahu Palasari. Termasuk dari Gubernur Jawa Barat yang menjabat pernah singgah ke tahu Palasari.
"Terus seperti Bupati Cirebon karena ini lintasannya jadi kalau ada tugas pulangnya suka mampir kesini, terus pejabat TNI-Polri juga kalau ada tugas ke daerah ada yang pernah mampir ke sini," terangnya.
Yayang mengungkapkan, tahu Palasari memiliki ciri khasnya tersendiri. Selain gurih dan renyah, tahu Palasari secara isi tidak terlalu padat namun juga tidak kopong di dalamnya.
"Kalau tahu Sumedang yang kita bikin ini tidak terlalu padat namun juga tidak kopong di dalamnya, kita ambil yang tengah-tengah," ujarnya.
Tahu Palasari sendiri merupakan wirausaha yang diwariskan secara turun temurun. Yayang sendiri merupakan generasi ketiga daripada pendahulunya atau sang kakek, yakni Babah Hek.
"Babah Hek ini satu angkatan dengan Ong Bungkeng namun Ong Bungkeng yang pertama merantau ke Sumedang dan Ong Bungkeng yang pertama membuka toko tahu cukup permanen di Sumedang kala itu" ungkapnya.
![]() |
Sebagai pendatang dari Tiongkok, sambung Yayang, Babah Hek membuat tahu kala itu, awalnya hanya untuk dikonsumsi kalangan sendiri.
"Asalnya tahu itu untuk dikonsumsi kalangan sendiri untuk keluarga mereka semua," terangnya.
"Jadi meski cerita ini tidak di dengar secara langsung, namun dulu awalnya bikin tahu itu rame-rame dan dikonsumsi rame-rame," Yayang menambahkan.
Dari tradisi itu, lanjut Yayang, sebagian ada yang melanjutkan ke usaha tahu, Sebagiannya lagi memilih usaha yang lain.
Untuk tahu Palasari sendiri, sepeninggal babah Hek kemudian dilanjutkan oleh Encun atau ayah dari Yayang.
"Untuk nama Tahu Palasari dan rumah makan sendiri berdiri pada 1973 oleh orang tua saya tapi jauh sebelumnya usaha tahu dimulai dari kakek saya, Babah Hek," tutupnya.
Baca Juga: Cerita Berkesan Penjual yang Pernah Disinggahi SBY dan Gus Dur