Di Desa Les, Tejakula, Bali ada tempat pembuatan garam di tepi pantai. Garam yang terkenal berkualitas itu diekspor ke Eropa.
Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali dikenal sebagai desa penghasil garam. Proses pembuatan garam tersebut dilakukan di sepanjang tepi pantai Pantai Tasik Penyumbahan.
Di tepi pantai itu ada petak-petak lahan yang akan digunakan untuk membuat garam. Detikcom dalam Rangkaian Ekspedisi 3.000 Kilometer pun melihat langkah demi langkah proses pembuatannya (10/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga: Ini 5 Cara Mudah Kurangi Asupan Garam
1. Produksi Garam Sejak Ratusan Tahun Lalu
![]() |
Kepada detikcom, Chef Gede Yudiawan atau yang akrab disapa Chef Yudi mengatakan bahwa pembuatan garam di Desa Les sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
"Proses garam dari turun temurun dari nenek moyang kami. Ratusan tahun lalu itu. Prosesnya kami di sini memuliakan tanah dan air," ujar Chef Yudi.
Namun, para petani garam di sana tidak terlalu banyak lantaran banyak yang beralih profesi. Chef Yudi menuturkan bahwa jumlah petani garam di Desa Les kini hanya 30 orang.
2. Proses Pembuatan Garam
![]() |
Lebih lanjut, Chef Yudi menjelaskan bagaimana langkah demi langkah dalam memproses garam. Pertama, air laut disiramkan ke petak-petak tanah untuk kemudian diuapkan.
Proses tersebut disebut juga ngewayahang. Dari proses penguapan itu menghasilkan kandungan garam yang menempel di tanah. Lalu dikeringkan dan digemburkan seperti biji kopi.
"Abis itu dinaikin ke penyaringan yang seperti kukusan itu. Dinaikkan ke sana, diinjak-injak, dipadetin sedikit terus dikucuri air laut lagi," tutur Chef Yudi.
"Yang netes di bawah itu yang dijemur, sehingga menjadi garam," sambungnya.
3. Pengaruh Cuaca
![]() |
Proses pembuatan garam itu sendiri dapat memakan waktu selama satu minggu. Itu juga tergantung dengan cuaca. Kalau cuaca sedang terik, proses penjemuran bisa lebih cepat.
"Karena menjemurnya sendiri aja bisa sampai empat hari. Kalau teriknya bagus bisa sampai tiga hari saja. Jadi, cuaca bisa sangat mempengaruhi," ujar Chef Yudi.
Semakin terik matahari bagus, maka semakin bagus pula garam yang dihasilkan. Sementara kalau sudah musim hujan, para petani di sana tidak bisa memproduksi garam untuk sementara.
4. Ada 2 Teknik Penjemuran
![]() |
Chef Yudi mengatakan bahwa ada dua teknik penjemuran yang dilakukan oleh petani garam. Ada yang memakai terpal plastik sebagai alas dan ada pula yang memakai batang kelapa.
Batang kelapa itu dibentuk menjadi bentuk perahu dengan cekungan di bagian tengahnya. Proses penjemuran dalam batang kelapa disebut juga palungan.
"Kalau misalnya palungan itu rasanya lebih gurih dibandingkan pakai terpal. Karena ada penguapan dan penghisapan jadi yang tersisa itu yang benar-benar bagus sekali," ujar Chef Yudi.
5. Diekspor hingga ke Eropa
![]() |
Dalam seminggu atau satu kali memproduksi, para petani garam bisa menghasilkan 3-4 karung garam atau sekitar 80 kilogram. Jumlah garam itu dihasilkan dari satu petak tanah.
Kemudian garam tersebut dipasarkan secara lokal dan internasional. Harganya dibanderol sekitar Rp 10.000 hingga Rp 20.000 per 1 kilogramnya.
Untuk pemasaran secara internasional, garam Desa Les ini diekspor hingga ke Jepang, Amerika dan Eropa.
"Dulu sebelum pandemi ada juga bule-bule yang bawa ke Eropa. Nah itu diolah lagi. Bisa dipakai jadi sea salt caramel. Kalau saya biasa pake buat masak dan ada juga yang pake buat di spa," ujar chef Yudi.
Baca Juga: Nikmatnya Sarapan Blayag dan Bulung di Warung Tasik Buleleng di Pinggir Pantai
Simak Video "Video Siswa soal MBG Beras Dibagikan Seminggu Sekali: Cuma Cukup 2 Hari"
[Gambas:Video 20detik]
(raf/odi)