Mudik Dilarang, Pengrajin Ketupat Keluhkan Penjualan Turun

Mudik Dilarang, Pengrajin Ketupat Keluhkan Penjualan Turun

Achmad Syauqi - detikFood
Rabu, 19 Mei 2021 16:00 WIB
H-1 Lebaran, Penjualan Kulit Ketupat Lesu
Foto: Jauh Hari Wawan S/detikcom
Jakarta -

Kebijakan pelarangan mudik ternyata berdampak pada perajin dan penjual kulit ketupat. Penjualan semakin sepi sebab tak banyak warga berbelanja untuk makan bersama keluarga dari perantauan.

"Ini penjual jumlahnya banyak tapi warga pemudik sepi sehingga tidak banyak laku. Mudik tidak ada dua tahun ini sangat berpengaruh," ungkap Anto, perajin dan penjual ketupat di Pasar Delanggu pada detikcom, Rabu (19/5/2021) siang di lokasi.

Menurut Anto, sejak ada COVID tahun lalu penjualan ketupat mulai sepi karena tidak boleh berkerumun. Tapi tahun lalu masih lumayan harganya tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tahun lalu di awal COVID tidak banyak penjual ketupat sehingga harganya bagus sampai Rp 30.000 per ikat isi 10-15 buah. Tapi sekarang penjual banyak, pemudik tetap tidak ada,"lanjut Anto.

Akibatnya, sambung Anto, harga ketupat tahun ini anjlok dari tahun lalu Rp 30.000 per ikat tetapi tahun ini hanya Rp 10.000. Bahkan ada yang diobral murah.

ADVERTISEMENT
Perajin ketupat di Pasar Desa Gatak, Kecamatan Delanggu. (Achmad Syauqi detikcom)Perajin ketupat di Pasar Desa Gatak, Kecamatan Delanggu. (Achmad Syauqi detikcom) Foto: detikfood/Achmad Syauqi

"Ada yang dijual murah sebab takut tidak laku dan layu. Belum lagi harga bahan baku janur juga masih mahal," imbuh Anto yang warga Desa Mundu, Kecamatan Tulung itu.

Harga janur, terang Anto, saat ini mencapai Rp 400.000 per 1.000 helainya. Jika tidak laku bisa rugi bahan dan tenaga.

"Harga janur sudah sampai Rp 400.000 per 1.000 nya. Padahal maksimal hanya bertahan empat hari, kalau tidak laku ya layu," tambah Anto.

Ripto, penjual ketupat warga Desa Kecamatan Jatinom mengatakan karena sepi dan penjual banyak, ketupatnya dijual Rp 6.000 per ikat isi 10 biji. Padahal besok sudah tradisi syawalan.

Menurut tradisi Jawa, seminggu setelah Idul Fitri warga akan merayakan Syawalan atau lebaran ketupat. Ketupat merupakan sajian wajib yang dilengkapi aneka lauk-pauk. Berkurangnya warga yang mudik karena adanya larangan mudik di masa pandemi, omzet penjualan kulit ketupat turun.

"Ini makin susah, sudah tidak ada yang mudik tapi penjual tambah banyak. Satu ikat saya jual Rp 6.000 kalau sudah agak layu, mau bagaimana lagi," jelas Ripto di Pasar Ngeseng pada detikcom.

Perajin dan penjual ketupat, Nardi mengatakan hal senada. Dua tahun pandemi COVID dan mudik tidak ada semakin membuat ketupat tidak laku banyak.

"Tahun ini juga tidak ada mudik. Ketupat yang biasanya untuk makan bersama menyambut tamu-tamu jauh tidak laku," kata Nardi, warga Desa Lampar, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali saat ditemui di Jalan Yogya-Solo.

Nardi mengatakan harga ketupat satu ikat dijual Rp 15.000. Sebelum ada COVID, penjualan bisa sampai 300 biji dalam sehari.

"Dulu sehari bisa menjual 300 - 400 biji sehari. Sekarang 100 saja susah, baik ketupat luar, kodok, kotak dan lainnya," sambung Nardi.




(yms/yms)

Hide Ads