Ketupat dan opor ayam tak hanya jadi hidangan lebaran di Banyuwangi. Menu khas Lebaran ini juga disajikan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Menjelang puasa warga masyarakat Banyuwangi juga menikmati ketupat dan opor ayam. Ya, warga asli Banyuwangi menyuguhkan ketupat dan opor ayam pada ritual selametan penampan puoso atau menyambut bulan puasa.
Di sepanjang jalan desa, warga Kemiren, Kecamatan Glagah Banyuwangi berjajar menggelar selamatan penampan puoso, Senin (12/4/2021). Setelah digelar doa, mereka pun menyantap makanan yang disajikan. Salah satunya ketupat dan opor ayam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Memang kalau umumnya di Kemiren menyantap ketupat dan opor ayam tak harus menunggu lebaran. Pada waktu tertentu ada makanan ini," ujar Haidi Bing Slamet, tokoh pemuda Kemiren kepada detikcom.
Penampan puoso atau menyambut bulan puasa dilakukan sehari sebelum masyarakat melakukan puasa Ramadhan. Tujuannya, agar kegiatan di ibadah bulan Ramadhan bisa lancar tanpa kendala.
Sementara untuk hidangan ketupat dan opor ayam, adalah tanda niat tulus masyarakat untuk memohon doa dan meminta maaf kepada tetangga, sehingga mereka menjalankan ibadah puasa dengan hati yang bersih.
![]() |
"Ketupat atau kopat dalam bahasa Using bisa diartikan sebagai permohonan maaf. Sementara opor ayam kalau bahasa Using itu adalah Lembarang yakni membuka lembaran baru saat menjalankan ibadah dan lancar," tambahnya.
Ketupat dan opor ayam juga bisa menjadi santapan beberapa ritual selamatan warga Desa Kemiren. Tak hanya penampan puoso dan lebaran, ketupat dan opor ayam juga muncul dalam ritual selapan bayi (40 hari usia bayi), usai kegiatan hajatan dan ritual doa pada saat warga membeli sapi.
"Sebenarnya opor ayam dan ketupat itu ya makanan sakral kita. Karena tidak ada yang jualan di Banyuwangi. Apalagi di Desa Kemiren. Ada dua sebenarnya kuliner yahh tak dijual. Opor ayam dan ketupat serta pecel pitik. Itu masakan kuliner sakral bagi kami," ujarnya.
![]() |
Sementara itu, kegiatan penampan puoso dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Biasanya, warga akan berkeliling dari rumah ke rumah. Namun pada masa pandemi ini, dikumpulkan menjadi satu. Duduk pun juga berjarak serta menggunakan masker.
"Masa pandemi ini kita lakukan dengan melakukan 3 M. Mencuci tangan, menggunakan masker dan jaga jarak. Pandemi ini jangan sampai menjadi halangan bagi kita melakukan kegiatan ritual," pungkasnya.
(sob/odi)