Berjualan sejak 1987, penjual soto Lamongan legendaris ini kerap mengalami pasang surut. Apalagi di tengah pandemi yang membuat 3 cabangnya harus tutup. Ini kisahnya.
Adalah Djunaedi, penjual soto Lamongan legendaris bernama Soto Lamongan Laskar Joko Tingkir. Ia mendirikan warung soto sejak 1987. Berangkat dari kabupaten di Jawa Timur itu, Djunaedi sukses membuka warung soto Lamongan dan memiliki 3 cabang di Jakarta.
Warung pertamanya bertempat di kampus IISIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Warung soto Lamongan tersebut selalu laris setiap harinya. Bahkan dalam sehari, ia bisa menghabiskan 12 - 14 liter beras.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga : Yuk! Jajan Soto Lamongan yang Gurih Mantap di 5 Tempat Ini
![]() |
"Sehari itu ya bisa habis sekitar 12 sampai 14 liter beras lah. Rame banget pas di kampus," ujar Djunaedi kepada detikcom (27/01).
Sukses dengan warung pertamanya, Djunaedi lantas membuka dua cabang yang juga bertempat di bilangan Lenteng Agung dengan dibantu oleh karyawannya. Selama menjalankan bisnis kuliner selama 34 tahun, tentu Djunaedi kerap mengalami pasang surut.
Apalagi di tengah pandemi COVID-19 seperti ini yang sangat berdampak besar pada kehidupan, termasuk juga pada bisnis kuliner. Bahkan tak sedikit dari bisnis kuliner yang terpaksa harus gulung tikar.
"Kendala ya pasti ada. Apalagi pas pandemi kayak gini. Tapi saya terus berdoa dan usaha jadi ya lumayan lah sampe saat ini," tutur Djunaedi.
![]() |
Namun, penjual soto Lamongan ini mencoba untuk tetap bertahan. Meskipun begitu, pandemi COVID-19 telah menyebabkan tiga warungnya yang berada di Lenteng Agung tepaksa harus tutup.
"Kampus kan pandemi gini gak buka. Jadi ya sepi, jadi warung tutup yang di kampus. Terus dua warung lainnya yang di Lenteng Agung juga ikut tutup. Karyawan saya di warung ini udah nyerah karena sepi," tutur Djunaedi.
Sejak saat itu, Djunaedi mencari lokasi baru agar warungnya tetap bisa bertahan. Hingga akhirnya ia memilih berjualan di kawasan Depok, di Jalan KH usman
Kukusan, Depok.
![]() |
"Jadi saya lepas tiga warung itu dan pindah ke sini (Depok). Di sini lumayan lah paling gak bisa bertahan dan hasilnya juga lumayan banget," ujar Djunaedi.
Tentu ada perubahan dalam menjalankan usaha soto Lamongan sebelum dan saat pandemi. Dari yang semula menghabiskan belasan liter beras, kini Djunaedi menuturkan hanya menghabiskan lima atau enam liter saja.
"Sekarang ya paling sekitar 5 sampe 6 liter aja. Karena kebanyakan pada pesen pake ojek online itu suka gak pakai nasi pesannya," ujar Djunaedi.
Lebih lanjut, Djunaedi menyebut telah berjualan di tempat yang baru sekitar enam bulan. Di warung yang baru ini, ia berjualan dengan dibantu oleh sang istri dan anak lelakinya.
![]() |
Ia menyebut bahwa usaha soto Lamongannya ini ingin sekali diteruskan oleh sang anak. Namun, kini anak-anaknya masih berkuliah.
Soto Lamongan Laskar Joko Tingkir ini menawarkan varian soto mulai dari Soto Ayam, Soto Ceker, hingga Soto Daging. Selain itu, juga tersedia menu ayam goreng dan pecel lala yang menjadi khasnya Lamongan.
Harganya sangat terjangkau, berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 13.000. Kabar baik bagi Djunaedi, ia menyebut per 1 Februari kemarin, ia diminta untuk membuka warung soto Lamongan di kantin gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan di bilangan Gambir.
Baca Juga : Pagi-pagi Enaknya Sarapan Soto Murah Enak di 5 Tempat Ini
(raf/adr)